Sabtu, 12 April 2008

Kata Bapak

Kata Bapak “Hidup itu harus di jalanin, seberat dan sesusah apapun. Jangan mengeluh dan merepotkan orang lain.”

Sudah tiga bulan ini Bapak menganggur, dan sejak saat itu kerjaan Bapak cuma luntang lantung gak jelas. Saya sebagai anak pertama merasa harus membantu Bapak, makanya setiap pulang sekolah saya mencari uang dengan mengamen di lampu merah. Emak saya menjadi kuli cuci, sedangkan adik-adik saya masih kecil.

Becak Bapak di sita oleh Pak Polisi, katanya Bapak melanggar peraturan lalu lintas “Anda gak lihat di tiang depan sana ada gambar becak di larang masuk di area sini?!” begitu kata Pak Polisi, suaranya keras, dan matanya pun sambil melotot. Sejak saat itu saya benci dengan orang yang beseragam coklat itu, saya benci karena dia telah mengambil becak Bapak, dan saya benci karena Pak Polisi membentak Bapak di depan saya. Saya masih ingat nama Pak Polisi itu, dan saya berjanji kalau nanti saya punya uang saya akan mengambil becak Bapak, dan tidak lupa saya akan menonjok perut Pak Polisi yang buncit itu.

Malam itu lagi-lagi Bapak bilang “Hidup itu harus di jalanin, seberat dan sesusah apapun. Jangan mengeluh dan merepotkan orang lain.” Saya tesenyum sambil memijat-mijat pundak Bapak. “Iya Pak” jawab saya. Sementara Emak saya sibuk membuat air tajin untuk adik bayi saya.

“Tidurlah, besok sekolahkan?”

“Iya Pak.”

“Tenang saja, besok beban hidup kita akan berkurang.” Ucap Bapak sambil tersenyum datar.

“Besok Bapak, sudah bekerja lagi?” tanya Emak, yang masih sibuk dengan air tajin untuk adik bayi. Bapak tidak menjawab, Bapak hanya tersenyum.

Malam itu saya tertidur dengan pulas. Sedangkan Emak, ah ... dia masih sibuk dengan pekerjaan rumah, sementara Bapak, dia sedang asik memainkan handuk kecilnya yang selalu setia menemaninya ketika sedang menarik becak.

_______

Pagi ini saya lihat bapak sudah tidak ada di rumah, saya tanya Emak dia pun tidak tahu kemana perginya Bapak.

“Mungkin Bapakmu lagi cari pekerjaan Le, atau mungkin Bapakmu sudah kerja lagi. Sudah sana berangkat sekolah.”

“Iya Mak.” Pagi ini saya ceria sekali, karena kalau memang benar Bapak sudah bekerja lagi, artinya saya tidak perlu mengamen di lampu merah.

Cuaca pagi ini agak mendung, makanya saya buru-buru pergi kesekolah. Tapi di lampu merah tempat biasa saya mengamen ramai sekali dengan orang-orang, di sana juga ada beberapa orang yang berseragam coklat.

Karena saya penasaran akhirnya saya memutuskan untuk melihat apa yang sedang terjadi di sana. Orang di sebelah saya bilang katanya ada orang yang mau bunuh diri dari tiang lampu lalu lintas yang tingginya mencapai tujuh meter. Tiang lampu lalu lintas itu berada tidak jauh dari tiang yang berlambang becak yang di coret. Saya semakin penasaran, dan saya mencoba untuk menerobos kerumunan orang-orang.

Dan betapa kagetnya saya, di sana terbujur tubuh Bapak, dia merintih kesakitan sembil mencoba menggerakan kakinya. Saya rasa kaki Bapak patah. Sambil kesakitan, Bapak masih sempat menyanyikan lagu Indonesia Raya.

“Hidup itu harus di jalanin, seberat dan sesusah apapun. Jangan mengeluh dan merepotkan orang lain.” kembali terngiang perkataan Bapak.

2 Comments:

  1. Anonim said...
    lho ternyata baru aku tahu kalau pemilik blog ini sobat di kemudian.com... brooo tukeran link yukkkk... coba lihat diblogku udah aku pasang link kamu...
    hehehe...demi keerattan sesama pecinta puisi...
    Anonim said...
    waw...ketemu lagi non kita disini...
    setelah lama tak aku mampir isini ternyata semakin kreatif tulisan2nya ...semkain bagus...semakin cantik juga tulisanya....

    semangat....

Post a Comment