Sabtu, 22 Desember 2007

Undang-Undang


Hanya cerita iseng yang ku buat bersama nirozero

______

Alkisah pada suatu sore dua orang sahabat Dini dan Yudis ingin pergi jalan-jalan sore, maklum lah ceritanya Dini dan Yudis adalah seorang mahasiswa yang mahasibuk, hampir setiap hari kegiatannya lebih sering di lakukan di kampus, bahkan tak jarang merekapun mandi dan tidur di kampus, maklum saja rumah mereka jauh dari kampus, jadi ini adalah salah satu alternatif mereka untuk menghemat pengeluaran.

“Din ... jalan-jalan kemana ya enaknya?” tanya Yudis yang mulai gerah, maklum aja rambut Yudis gondrong berantakan gak jelas. Katanya si biar keliatan kalau dia orang seni (Yudis itu anak band loh)

“Emmm ... kemana ya ? Gimana kalo kita ke rumah Om gue aja di Grogol” Jawab Dini dengan wajah sumringah. Dini adalah temen dekat Yudis mereka sudah saling kenal sejak jaman SMA dulu, Dini cewek yang lumayan tomboi, hobinya baca majalah gosip *tomboi kok demen majalah gosip ... aneh

“Ok deh .. boleh” Yudis setuju dengan ajakan Dini


******

Yudis dan Dini duduk manis di halte, dengan sikap manis mereka menunggu Bus yang mereka maksud, sesekali pandangan Yudis dan Dini mengelilingi area sekitar, apa saja yang mereka lihat tanpa segan mereka komentari, dari mulai tukang koran, pedagang asongan, sampe tukang minta-minta, bahkan polisi yang perutnya buncitpun habis mereka jadikan bahan olokan *maklum mahasiswa aktif kan paling suka mengkritik .... hehhehe

“Yud ... lo liat deh, pengamen yang di lampu merah itu, gila ya ... masih kecil banget” Dini terus mengarahkan padanganya ke arah pengamen kecil tersebut. Naluri keibuanya keluar iba melihat bocah pengamen tersebut *biar tomboi Dini kan tetep wanita.

“Iya ... kasian, makanya lo kudu banyak bersyukur Din” timbal Yudis sok bijak

“Ho oh .... gue mo nyamperin tu anak ah, gue mo kasih duit, kesian bener dari tadi gue perhatiin dari sekian banyak mobil mewah gak ada satupun yang ngasih.” Dini segera mengambil uang dari saku kemeja panelnya dan beranjak dari halte.

“Eh ... Din, lo jangan ngasih duit ke tu anak!” Yudis menarik lengan kemeja Dini.

“Yeee ... mang kenapa, gue gak boleh ngasih tu anak duit ?!” Dini merasa aneh pada Yudis, karena setau dia Yudis adalah tipe orang yang peduli banget ama sekitar, tapi kenapa kali ini Yudis benar-benar melarang Dini melakukan hal sosial.

“Eh ... dudulz mang lo gak tau apa ? Sekarang tuh ada Undang-undang yang isinya larangan memberikan santunan buat pengamen dan pengemis jalanan” Jawab Yudis sambil melirik si polisi bertubuh gempal dengan perut yang super buncit.

“Buseettt .... peraturan yang aneh !! siapa yang bikin sih ? Kok gue gak pernah denger ya ?!! Bodo amat ah! Lepasin gue!” teriak Dini. Dia nekat sebab dia merasa bener. Emang ada dalam Al-Qur’an ngasih duit ke orang itu dosa? Kok negara berani bener melarang orang berbuat baik, Jahat banget tuh pemerintahannya. Pasti kebanyakan makan duit korupsi. Jadi, otaknya ketularan korup tuh!

Dini tetep nekat mendekati anak kecil tersebut dan memberikan selembar uang ribuan ke dalam kaleng kecil di tangan anak itu. Anak itu tersenyum polos. Dengan segala ketulusan hati dia mengucapkan terima kasih kepada Dini. Dini pun tersenyum kepada anak itu. Lega rasanya setelah berbuat baik walau hanya sekali saja.

Tapi, belum sempat kembali kepada Yudis. Tahu-tahu seorang polisi berperut buncit yang tadi mereka gosipin sudah ada tepat di belakang Dini. Dia langsung menegur Dini.

“Mbak! Anda melanggar UU Perda tentang larangan memberi santunan kepada gelandangan. Terpaksa Anda harus saya tangkap,” ucap polisi itu tiba-tiba. Dini yang nggak terima dengan perlakuan semena-mena itu nyolot juga. Karena dia merasa dirinya benar. *Dini emang paling hobi nyolot ... sekali lagi maklum aja doi mahasiswa aktif ... aktif ikut demo maksudnya.

“Lho ... Pak, saya kan berbuat baik, kok Bapak mau tangkap saya sih? Mendingan Bapak tangkep tuh preman yang nongkrong di pinggir jalan,” katanya sambil nunjuk-nunjuk Yudis. Sementara si bocah yang pengamen hanya memandang mereka dengan heran.

Yudis spontan kaget pas ditunjuk-tunjuk seperti itu. Dia jadi ngerasa dijadikan kambing hitam sama Dini. Dan akhirnya bocah pengamen itu pergi menjauh “Gak ikutan ah …. “ ujarnya sambil berlalu.

“Duh, tuh anak! Padahal dah dikasih tahu tetep ngeyel juga! kena kan loe sekarang,” gerutu Yudis.

Tapi, karena Yudis orangnya baek dan nggak pendendam. Dia nggak langsung kabur ketika ditunjuk-tunjuk sama Dini. Dia malah mendekati Dini dan polisi itu untuk menjelaskan semuanya.

“Ada apa Pak?” tanya Yudis dengan tampang innocent (ingin nonjok cetengah mati maksudnya).

“Oh, jadi kamu juga mau menyerahkan diri sama saya?!” bentak polisi buncit itu. *mungkin ini azab gara-gara tadi mereka gosipin polisi ini

“Weits, nggak pak! saya cuma pingin tahu aja pokok permasalahannya, cuma itu kok Pak!” ucap Yudis ngeles. Fyuh! Angker banget sih nih polis. Pasti tadi malem abis nelen boneka jelangkung deh! Atau jangan-jangan dah tengah hari bolong gini doi lom dapet duit tilangan ?... wakakka

“Ini lho dek! Teman kamu ini melanggar UU Perda tentang larangan memberi santunan kepada gelandangan. Dan teman kamu ini masih nekat kalau dia tidak bersalah!” ucap polisi itu garang. Yudis lalu manggut-manggut seperti burung onta nelen kacang kenari. Jakunnya yang bulet gedhe naik turun di lehernya yang kurus.

“Oh, gini Pak! Temen saya ini masih baru di Jakarta. Jadi, dia belum tahu peraturan terbaru disini. Jadi, maafin temen saya ya Pak!” kata Yudis meminta maaf.

“Lho, kok gue sih yang harus minta maaf. Seharusnya hmmmfffh. . . . .” Yudis buruan membungkam mulut Dini yang ember abis.

“Sssstt! Diem loe Din. Gue baru nyelametin loe dari denda tiga puluh jeti!” bisik Yudis ke telinganya Dini.

“Ngg. . . Pak. Kita kan sesama warga Jakarta ya Pak. Kita damai aja yuk Pak.” Rayu Yudis pada Polisi yang bentuknya dah kayak teletubies.

“Tapi … nggak bias!!. Temen kamu ini kan. . . .”

“Temen saya lom ngasih duit damai maksud Bapak ?” Sebelum polisi itu selesai ngomong. Yudis segera menyalami tangan polisi itu dengan segepok duit. *tau gak yang di kasih ke tu polisi cuma duit ribuan tiga lembar ... hehheeh

“Wah, makasih banget nih Pak! Kebetulan bus kite dah dateng! Kita pamit dulu yee!!!” kata Yudis sambil tersenyum penuh arti dan polisi itu keliatannya nangkep bener apa yang dimaksud sama Yudis.

“Oh, gitu ya. Ati-ati lho Dik! Belajarnya yang giat ya!” kata polisi itu dengan tersenyum.

“Pak .. besok-besok saya mau usul sama pemerintah supaya di bikin UU buat polisi-polisi rakus macam Bapak, yang doyan minta duit damai ama warga Jakarta” bisik Dini ke telinga Pak polisi. Dini tampak emosi, Yudis langsung memanggil Dini untuk segera masuk kedalam bus. Untungnya setelah Dini masuk kedalam bus, supir bus langsung tancap gas, klo gak bisa kena semproot si Dini dah ngomong begitu sama polisi.

“Emang tadi polisi itu loe kasih berapa Dis?” tanya Dini kemudian. Dia ternyata tahu udang di balik bakwannya Yudis.

“Tiga ribu.”

“Ha ?!”

“Biarin. Yang penting kita ngasihnya ikhlas . Hehehe. . .” Yudis tertawa tanpa sedikitpun rasa bersalah. Ya … memang nyatanya mereka berdua tidak bersalah.

Dalam Bus besar itu tawa Yudis dan Dini menggelegar penuh kemenangan, dengan kompak mereka menatap ke arah polisi tadi sambil melambaikan tangan penuh dengan rasa hormat.

“Wakakkakakakka ….” Lagi-lagi mereka tertawa lepas.

Senin, 17 Desember 2007

Warung Kopi



"Habis intip-intip Blognya Dewi Lestari, jadi bikin cerita gak jelas begini (ceritanya terispirasi sama salah satu tulisanya, tapi sayanya gak bisa ngembangin inspirasi itu). Jadinya cuma begini deh. Tak apa lah"
______

"Apa kabar jeng?" sapanya saat kami janji bertemu untuk sekedar minum kopi bersama.

"Baik" ku balas sapaannya dengan senyum manisku. Lalu cipika cipiki

Kami pun memesan secangkir kopi kapucino, sedikit berinteraksi demi mancairkan suasana. Sudah lama tak bertemu muka.

"Siapa kekasihmu yang sekarang?" pertanyaan ini lagi. Bosan aku

"Balik lagi sama yang dulu." Akhirnya kopi kami pun datang. Nona berparas cantik yang mengantarnya.

"Oooh ya, kenapa balik sama dia?." Bagiku ini pertanyaan bodoh.

"Cinta mati sih" jawabku sambil tertawa. Diminum jeng kopinya

kamipun terhanyut dalam suasana yang sarat dengan canda dan tawa, bertemu teman lama memang menyenangkan.

"Kamu sendiri, bagaimana?" aku balik bertanya, ingin tau juga soal kisah cintanya.

"Kami nyaris hampir menikah" jawabnya datar

"Nyaris ?"

"Ya ... nyaris" Dia tertawa, seolah menertawakan hidupnya sendiri. Dan akupun ikut tertawa, tepatnya menertawakan kebodohanya di masa lalu. ah sudahlah lupakan

Akhirnya kami sepakat untuk tidak menceritakan kisah cinta kami, takut kalau nantinya malah merusak suasana sore ini.

"Btw ... badanmu masih segini-gini aja" dia tertawa terkekeh

"Dari dulu memang begini Non, tak usah heranlah!" kurus salah, gemuk lebih-lebih. terlalu banyak komentar.

"Eh ... aku punya prodak baru loh, hand&body lotion. Bisa memutihkan kulit" Tatapan matanya seperti meledekku.

"Aaah ... aku tidak pernah percaya dengan prodak-prodak pemutih. Kamu tau sendirikan, dari dulu aku pake prodak yang katanya bisa memutihkan dalam waktu enam minggu. Tapi mana buktinya? sudah enam tahun lebih aku pake prodak itu. dan kamu bisa lihat sendiri hasilnya." aku mencari si pelayan yang cantik tadi, dengan maksud ingin memesan kopi lagi. Duh ... candu rupanya.

"Hahahahhaha ..... "Dia tertawa penuh arti

"Sial" gumamku

Pulang dari warung kopi ini, kamipun sepakat untuk menemui si DIA, huehuheuehe

Sabtu, 15 Desember 2007

Randy

"Jam 5 sore di tempat yang sudah kita sepakati"
"Mau kemana?"
"Ikut saja, jangan lupa bawa pakaianmu"

tut .. tut ... telpon terputus.

Hufff ... aku tak mampu berfikir dengan jernih. ku hempaskan tubuhku di atas ranjang, pandanganku pun menarawang jauh. Semua ini membuatku makin pusing.

Aku memang sangat mencintainya, bahkan aku tak ingin jika harus kehilanganya. Dan saat ini aku harus benar-benar punya sikap atas perasaanku ini.

"Kamu jangan gila Sar !" lagi-lagi Rani berkomentar. Rani memang sahabatku yang baik, dia selalu ada saat aku membutuhkanya, selalu memberikan saran-sarannya padakau meski tak jarang aku selalu mengacuhkanya.

"Aku mesti gimana lagi ?" tanyaku datar.

"Kamu sudah terlalu banyak berkorban buat dia, tapi apa yang kamu dapat?" Rani mulai kesal denganku. Hanya karena sifatku yang keras kepala tak jarang aku dan Rani bertengkar.

Rani memang teman yang baik, makanya dia pun layak untuk ku jadikan sahabat. Sifatnya yang agak keibuan terkadang mampu membuatku berfikir dengan sedikit jernih, tapi entah kenapa kali ini aku benar-benar tidak mampu untuk berfikir dengan menggunakan akal sehatku, semua saran yang di berikan Rani sama sekali tidak kujadikana bahan pertimbanganku atau bahkan sekedar perenungan.

"Ran ... mengertilah, aku sangat mencintainya" lagi-lagi aku meminta Rani untuk bisa mengerti keadaan bahkan perasaanku, padahal tanpa ku minta pun Rani sudah pasti mengerti tentang aku.

"Iya ... aku tahu itu" jawab Rani datar.

"Kamu tahu kan Ran, aku sangat ingin selalu ada di sampingnya" perlahan aku tertunduk dan mulai terisak.

Randi ... seorang pria yang biasa saja, dia sudah mampu menyihirku dengan pesonanya. Sudah sangat lama aku mengenalnya, bahkan diam-diam aku mencintainya. Randi tahu akan hal itu, tapi aku sendiri tidak pernah tahu apakah dia juga mencintaiku.

"Tapi Sar, bukankah Randi sering menyakiti perasaanmu" lagi-lagi Rani mengingatkanku akan hal ini.

Ya ... memang benar apa kata Rani, Randi memang sering sekali membuat hatiku terluka, bahkan tak jarang aku di buat menangis atas sikapnya. tapi entah kenapa aku selalu saja bisa memaafkanya. Demi tuhan aku sangat mencintainya.

"Aku ingin bersamanya Ran, mungkin ini saatnya, dan aku yakin ini jawaban atas semua doaku" dengan sedikit tersenyum aku mulai mengemas pakaianku. Tak banyak hanya sekedarnya saja, karena mungkin nanti Randi akan membelikanku pakaian atau lebih dari sekedar pakaian.

"Gila ... kamu sudah benar-benar gila Sar. Kamu sadar gak atas keputusanmu ini? setelah sekian lama Randi pergi begitu saja tanpa mengacuhkanmu sama sekali, dan kini tiba-tiba dia datang dan menyuruhmu untuk ikut denganya" Rani tampak kesal, dengan jelas aku bisa melihat garis kecemasan di wajahnya nan ayu.

"Ran ... percayalah, aku akan baik-baik saja" sekali lagi aku coba untuk meyakinkan Rani atas keputusanku ini.

Jam empat sore, akupun berpamitan dengan Rani, dan akhirnya dengan berat hati Rani membiarkanku pergi dengan orang yang sangat kucinta.

"Hati-hati Sari, terus kabariku tentang keberadaanmu" bisik Rani lirih di telingaku. Aku hanya mengangguk perlahan.

****

Setengah jam sudah aku menunggu Randi di tempat ini, namun tanda-tanda kedatangnya belum juga terlihat.

"Ah .. barangkali dia sedang sibuk mengemas barangnya" aku mecoba berfikir positif, dan membuang jauh fikiran jeleku tentangnya. Demi tuhan aku mencintainya.

Berualangkali ku hubungin ponsel Randi, tapi tak juga di angkatnya. Satu jam sudah aku menunggunya di tempat ini. Oh ... tuhan apakah engkau masih ingin mempermainkan perasaanku.

"Randi .... kenapa dia juga belum datang sampai saat ini, atau dia juga mulai senang mempermainkan perasaanku" hatiku miris, aku tak tahu harus bersikap bagaimana. Yang pasti aku akan tetap menunggunya disini sampai dia datang dan membawaku pergi bersamanya.

Jumat, 14 Desember 2007

Haus

“Sedang apa ?”
“Mengasah pedang”
“Untuk apa ?”
“Aku haus”
“Ini ku bawakan es teh manis untuk mu”
“Aku haus darah!”
“$&^%&^%^ ??”

Senin, 03 Desember 2007

Kecebong


Minggu ini Mamad dan Jono libur mengaji, karena guru yang biasa mengajar mereka mengaji sedang sakit, kabar yang mereka terima mengatakan kalau guru ngaji mereka sedang demam tinggi dan flu berat, kalaupun nekat datang ke ta'lim dan mengajar di khawatirkan nanti akan menularkan murid-muridnya. Maka jadilah sore ini Mamad dan Jono sepakat untuk kembali bermain bersama.

“Mad, kita main kemana nih ?” tanya Jono di tengah perjalanan mereka.

“Gue juga bingung Jon” jawab Mamad dengan santai dan tetap asik dengan roti di genggamanya.

Sore ini Mamad dan Jono benar-benar bingung, mereka terus menyusuri jalan tanpa mereka tau kemana tujuan mereka.

Padahal biasanya Mamad dan Jono setiap sorenya selalu bermain di lapangan balong. Mamad asik duduk di bawah pohon bambu sambil membuat suatu karya, entah itu ketapel, layang-layang, atau kuda-kudaan dari pelepah daun pisang. Mamad memang mempunyai tangan yang amat sangat kreatif, benda apa saja yang dia pegang bisa dia jadikan suatu karya (kecuali makanan).

Lain halnya dengan Jono, bocah yang berperawakan kurus ini bila sudah di lapangan balong, sudah pasti dia langsung beraksi. Mulai dari main kasti, galasin, tak jongkok bahkan nimbrung main lompat tali bersama anak-anak perempuan (maklum aja Jono anak yang supel, dia gak kaya Mamad yang rada pemalu). Namun sebenarnya Jono paling suka bermain bola, Jono cukup lihai bila menggiring bola, setiap bermain poisinya selalu menjadi gelandang-an (klo main bola Jono suka sembarangan, hantam sana, hantam sini. Main kasar gitu deh)

“Jon ... lu kenapa gak main bola aja di lapangan, kan biasanya lu main bola ?” Mamad tahu betul hoby Jono, dan Mamad pun tahu kalau jono bercita-cita ingin menjadi pemain bola seperti David Becham.

“Males ah ... abis lu gak mau ke lapangan balong. Nanti kalau gue main bola siapa yang nyorakin(nyemangatin) gue” Jono memang suka benget sama yang namanya main bola, tapi kalau Mamad gak mau nonton dia main bola, maka maleslah si Jono main bola. *halah ...aleman si Jono

Sudah tiga hari ini Mamad enggan bila di ajak main kelapangan, lantaran kamis sore lalu, Mamad melihat sosok aneh di sudut lapangan. Seseorang bertubuh besar berdiri tegap seolah sedang mengawasinya, dan yang membuat Mamad takut adalah sosok itu besar namun besar tubuhnya tidak seperti orang kebanyakan, sosok yang Mamad lihat amat tinggi, dan tingginya itu hampir setara dengan tiang antena TV Mak Jum. *menyeramkan, Mamad saja sampai terkenjing-kencing saat itu.

“Mad .. Mad ... liat deh !” tiba-tiba Jono menarik tangan Mamad.

“Aaaah ...elu Jon, narik-narik lagi. Roti gue jatoh dah!” Mamad yang sedang lapar berat langsung cemberut sambil menatap rotinya yang ia perkirakan masih bisa tiga kali suap lagi.

“Hehehehe .. maaf ya Mad, nanti di rumah gue ganti deh. Janji!” Jono langsung merangkul Mamad, agar Mamad tidak lagi cemberut.

“Ada apa sih, elu narik-narik gue?” Mamad masih memandang rotinya yang terjatuh.

“Itu Mad .. liat deh! .. gotnya banyak kecebongnya” dengan kompak kepala Mamad dan Jono memandang ke arah got yang lebar * jadi muatlah kalau Mamad nyemplung kesitu.

“Wah ..iya Jon, banyak banget, masuk yuk Jon, kita tangkep-tangkepin kecebongnya” Mamad segera melepas sandalnya, lalu masuk kedalam got.

Tanpa di komando lagi Jono segera mencari kantong plastik untuk di jadikan wadah kecebong. Lalu ikut masuk ke got bersama Mamad.

Sore itu Mamad dan Jono asik dengan permainan barunya, yaitu mencari kecebong di got yang berada di komplek perumahan elit.

“Cari yang banyak Mad, nanti kita jual ke anak-anak!”

“Iya Jon, nanti uangnya kita bagi dua”

“seeppp ... !!”

Kamis, 22 November 2007

I Love U Abang (7)


Pagi-pagi bener bini gue si Siti dah rapi. Semaleman die manyun aje ke gue, gue di tinggalin sendiri di kamar. Aah.... ini semue gare-gare anak gue Fatimah yang naksir ame si Ahmad anaknya si Jalum musuh bebuyutan gue.

“Ti ... lu serius mau pegi ke tempat Emak lu?” gue coba ngerayu bini gue, yang pagi ini masih tetep manyun.

“Iye ... !! si Fatimah juga aye ajak, aye kagak tega Bang liat Fatimah mewek mulu semaleman, sapa tau ntar di rumah Nyak tuanye die ngerasa kehibur.” Masyaallah tumben bener logat ngomongnye si Siti ketus amat ke gue.

Terus terang aje gue jadi bingung, Siti ntu bini gue nyang paling baek, die orangnye sabar bener jarang banget marah ma gue. Tapi neh pagi, die bener-bener berubah kagak bisa di rayu lagi. Padahal biasenye kalo die ngambek trus mo kabur ke rumah Emaknye, gue rayu dikit juga langsung kelepek-kelepek trus kagak jadi deh die pegi.

***

Dah masuk tiga hari ini bini gue ma anak kesayangan gue pegi dari rumah. Ya ampun dah, gue bener-bener dah kayak orang dungu di rumah sendirian, kagak ada nyang bikinin sarapan, kagak ada nyang bikinin gue kupi, kagak ada nyang ngurusin gue.

Fatime .. pulang nape Neng, badan Babe pegel-pegel kangen pingin di pijit ame lu. Siti … yayangnye gue, lu ngapa jadi begini sih, pegi ninggalin gue. Ape emang gue nyang egois ye ?, tapi ini semua gue lakuin buat kepentingan anak gue juga, gue kagak mau kalo nanti idupnye fatimeh keblangsak gara-gara die kawin ma Ahmad, anaknya musuh bebuyutan gue.

“Assalamualaikum … Assalamualaikum .. .“ Duh .. siape si, ganggu orang lagi ngelamun aje. Gak tau ape tu orang kalo gue lagih sedih.

“Iye …. Bentar .. !! etdah kagak sabaran bener nih orang.” Masyaallah .. gue baru nyadar kalo rumah berantakan bener, mana ade tamu lagi, biarin dah ah .. belaga cuek aje.

“Waalaikumsalam … .“ Eh .. buset deh, Astagfirullah .. si Jalum nyang dateng, mo ngapain die kemari?

Tiba-tiba aje kepala gue jadi semaput, mau ngapain si Jalum kerumah gue ? mau ngajakin rebut ape die. Cemen banget si Ahmad, pake ngadu-ngadu ke Babenye. Tapi tenang, gue kudu jaim di depan si Jalum, gue kagak boleh gegabah.

“Maaf, Sien kalau kedatengan gue bikin lo kaget. Gue cuma mau silaturahmi aje ma lu.” Rese banget da ah, ternyata si Jalum tau kalau gue kaget liat die. *tarik napaaasss … buang pelan-pelan (ajaranya fatimah nih, katanye kalo pingin tenang cara paling gampang ya begini ini).

“Duduk di bale luar aje ye, di dalem panas.” Huh .. pantang bagi gue, nagajak si Jalum masuk ke dalem rumeh gue.

“Iye dah … di luar aje biar adem”


Haduuhh .. kenape juga ni manusia dateng saat gue lagi begini, saat gue lagi sedih. Pada tau sendiri dah, gue kalo lagi sedih kagak bisa ngontrol emosi. Bisa-bisa si Jalum kena bogem gue nih. “Astagfirullah ..”

“Rumah lu sepi amat Sien, bini ama anak lu pade kemane?” tampang si Jalum celingak-celinguk nyariin bini gue. Kurang ajar !

“Lagi pada belanja ke pasar.” Tuh kan .. gue jadi bo’ong dah, ya abis mo gimana lagi, masa gue bilang bini ama anak gue kabur pan kagak lucu, bias-bisa si Jalum ngetawin gue.

Semenit .. duamenit gue ama Jalum cuma diem-dieman aje, bingung gue mau ngomong ape ma die, jangankan ngomong, liat tampangnye aje dah males banget. Sambil nunggu die duluan nyang ngomong gue sibuk nyundut rokok buet gue.

“Bagini Sien, maksud kedatengan gue kesini baek, bukanye gue mau ngajak lu ribut kayak dulu. Eh ..iye Sien soal nyang dulu gue bener-bener minta maap ye, gue ngaku salah dan sekali lagi gue ucapin selamet ye karena elu dah berhasil ngegaet hatinye Siti.” Hhahahhaha … akhirnya dia ngaku salah juga ke gue. Bagus dah.

“Trus … lu mau ape kesini ?!”

“Oke .. Sien, lu pasti dah tau pan kalo si Ahmad ntu anak gue, dan elu juga pasti udah tau kalau anak gue Ahmad cinte ama anak lu yang cantik ntu si Fatimah. Husien .. maap banget sebelumnye, bukanye gue mao ngeguruin elu, tapi udah dah Sien, lu kagak usah hubung-hubungin musuhan kita nyang jaman dulu ama masalah cinte anak-anak kite.” Tampang si Jalum mendadak pucet, die pasti dah ketakutan kalo gue bakal ngamuk. Dari dulu si Jalum dah tau watak gue. Senggol bacok! .. *wakakkaka .. garang gak tuh ?.

“Trus …?!”

“Ya .. gue minta lu bisa ngertiin ini. Gue harap lu bisa ngerestuin hubungan mereka” tampang Jalum makin pucet, kakinya masang kuda-kuda buat siap-siap kabur, takut kalau tiba-tiba gue kalap.

“Tengil banget laga lu !. emang anak lu punya ape ? berani-beraninya ngelamar anak gadis gue!” Masyaallah .. gue jadi nyombong dah.

“Maaf Sien .. gue gak maksud tengil didepan lu, tapi coba lu pikirin lagi masalah ini. Ya udah ye Sien, gue balik dulu” tanpa di komando dan di usir, Jalum langsung pamit pulang. Payah banget tu orang!.

*****

Sekarang dah masuk hari ke lima, bini ama anak gue pegi dari rumah. Neh … malem sepi banget mane di luar gerimisnye awet bener. Duh … gue kesepian dirumah sendirian. Perut gue laper, baru di tinggal lima hari berat badan gue dah turun, apalagi kalo di tinggal sebulan. Bisa kurus kering gue.

Rumah juga dah kayak kandang orang, berantakan gak keurusan. Debu pada nempel di mane-mane, sepre di kamar gue aut-autan, gue bener-bener kesepian kagak ada Siti ma Timeh. Kerjaan gue tiap hari jadinya cuma bengong aja, mundar-mandir kagak jelas.

Di sini … bawah pu’un sengon ini tempat paporit gue, ini pu’un warisan engkong gue, biasenye gue sering duduk disini ame Siti sambil ngobrol, kadang-kadang sambil becanda.

Dah abis lima batang rokok yang gue isep, tapi Siti ma Timeh lom juga balik. Rokok keenem gue sundut lagi, gue isep sambil nginget omonganye si Jalum dan si Siti bini gue. Ape emang gue terlalu egois ye?. Bener juga sih yang di bilang si Jalum, dan emang ada benernye juga yang di bilang bini gue. Tapi gimane dong, gue masih empet bener ama si Jalum.

Sebatang demi sebatang, akhirnya abis juga rokok gue sebungkus (gile kuat bener ngerokoknye). Oke dah, besok gue bakal kerumah Nyak tuanye si Timeh, gue mau ngejemput Fatimah ama bini gue. Gue kagak tahan idup sendirian begini.

*****

“Fatimah … anaknya Babe nyang paling cakep, nyang paling manis, nyang paling soleh. Babe minta maap ye, Babe dah nyakitin perasaan lu.” Duh ,,, gue jadi pingin nangis.

“Siti … bini Abang nyang paling cantik, nyang paling baek, maapin Abang juga ye, Abang udah egois kagak mau dengerin masukan dari elu” yaeeelaahh .. gue ngapa jadi mellow gini yak. Dah kayak vokalisnya band NIWA aje… suka mellow-melow gak jelas gitu .. hehhehe.

Dengan semilyar rasa sayang nyang gue punya, gue peluk erat dah tu anak ma bini gue. Sementara ntu Nyak tua cengar-cengir aje mamerin gusinye.

“Jadi … Babe setuju kalau Fatimeh kawin ame Bang Ahmad?”

“Iye … Neng, Babe setuju. Tapi Babe punya atu persyaratan buat si Ahmad, dan die kudu menuhin pesyaratan dari Babe. Kagak boleh kagak, kudu, harus, mesti, wajib dia laksanain!” Sebagai orang tua nyang baik, gue pingin tau seberapa pengetahuan calon mantu gue tentang agama.

“Persyaratan apa lagi Be?” Muka Fatimeh keliatan tegang, sementara bini gue sibuk ngelus-ngelus punggung Fatimeh. Biar rada tenang gitu.

“Ada deh … lo suruh aja si Ahmad dateng kerumah. Dan ntar biar Babe jelasin apa peryaratannye”


******


Malam ini rencananye si Ahmad bakal nemuin gue lagi, dan malam ini gue bakal ngajuin satu persyaratan ke die.

“Be … persyaratan ape yang kudu aye penuhin supaya aye bisa meminang anak Babe.” Ngeliat tampang si Ahmad gue jadi inget Jalum. Duh … masih aja gue kesel ma die. Asttagfirullah

“Begini Mad, cuma atu persyaratanya, elu kudu khatam qur’an di depan gue” spontan aje Fatimah, Siti ama Ahmad kaget denger pensyaratan yang gue kasih. kata orang dulu mah. klo die dah bise ataw dah sering hatam Alquran, Insya Allah Syarat-syarat untuk menjadi Imam untuk keluarganye udeh bise dah. Makanya gue pingin tau semana kemampuanya si Ahmad.


“Abang yang bener aje, kudu khatam quran di depan Abang, pan banyak banget Bang, bisa pegel mulut anak orang” muka Fatimah ikutan tegang tapi si Ahmad tiba-tiba jadi keliatan lebih santai.

“Baik Be, aye bakal khatamin Qur’an di depan Babe sekarang.” Buseett .. ni bocah nyalinye gede juga, dia berani nerima tantangan gue.

Fatimah buru-buru masuk ke dapur ngambil air putih bakal si Ahmad. Sementara Siti bini gue duduk dengan harap-harap cemas di samping gue * loh ..kok jadi bini gue sih yang H2C

Bissamillahirahmanirohim …. Setelah itu Ahmad membaca surat Al-Ikhlas sebanyak tiga kali.

“Udah Be, aye dah ngekhatamin Al-quran”

“Khatam ? gimana ceritanye, elu Cuma baca surat Al-Ikhlas tiga kali doang” gue merasa di permainkan ama si Ahmad.

“Jadi begini Be, aye inget ama kisah pada jaman Rasullah dulu. Waktu para sahabat mau meminang anaknya Rosul syaratnya juga sama. Dan akhirnya persyaratan tersebut bisa di penuhi oleh Sayyidina Abu Bakar (kalo ga salah) yaitu hanya dengan membaca tiga kali surat Al-ikhlas. Karena Rosul pernah bersabda Al-ikhlas itu 1/3 nya AlQuran dan artinye klo bacanya tiga kali berarti sama saja kita sudah khatam Alquran. Tapi ini bukan berarti kita senaknya tiap hari cuma kudu baca surat Al-Ikhlas aja, terus kagak baca Quran.”

“Ooo .. jadi begitu, bener juga kata si Ahmad Bang, dari pada die makan waktu baca qur’an ampe kelar di rumah kite, mending die ngikutin jejak sahabatnya Rasul kite. Lagian kalo si Ahmad ngekhatamin quran seharian dirumah kite ntar tugas dan kewajiban die di luar jadi terlantar.” Bini gue ikutan nimbrung ngomong. Tapi emang iya juga sih.

“Jadi begitu Be, buat ape juga aye khatam Quran sekarang, tapi aye gak tau makna dan isinya”

Buset … ternyata pengetahuan agama si Ahmad lumayan juga, emang bener apa kata dia, buat apa bulak-balik khatam Quran tapi gak paham ama isinya, sama aja boong. Fatimah .. Fatimah emang kagak salah lu milih calon laki, pantesan lu ngebet banget pingin di kawinin ama Ahmad.

“Ahmad … Babe salut ame lu, lu emang pemuda yang bisa di andelin, lu kagak sombong juga kagak banyak tingkah. Bulan depan lo dateng lagi deh kemari, bawa Nyak ame Babe lu ye!” Tampang si Ahmad langsung seger, udah kayak kembang yang kena ujan. Fatimah pun keliatan malu-malu tapi mau.

“Alhamdulillah … “ Bisik Bini gue ….lirih.

Selasa, 20 November 2007

Emak Cetak Goal

“Pak, saya mau ikutan main bola.”
“Main bola ?”
“Iya, di lapangan. Di suruh sama ibu RT”
“Ah .. ada-ada aja Emak nih!”
“Sekali-kali Pak, lomba Pak lawan RT.02. Boleh ya Pak?”
“Kau jangan bikin malu aku Mak, masa kau sudah nenek-nenek mau main bola.”
“Enak aja .. Emak di bilang nenek-nenek. Boleh ya Pak ya ?!”
“Anak kau yang keci sapo yang jago?”
“Ya … Bapaklah, ajak aja dia nonton Emak di lapangan”
“Aiiihhhh … kau Mak, mulai pandai kau merintah aku”

Emak mengganti daster bututnya dengan celana pendek dan kaos hitam milik anaknya yang laki-laki. Lalu Emak memakai sepatu sport milik Bapak, dan memakai pelembab wajah milik anak gadisnya. “Supaya gak item karena kepanasan” begitu kata Emak.


“Pak, Emak boleh minjem sepatunya ?”
“Pakailah !, awas jangan sampai jebol, kalau jebol ku potong uang belanjamu !”
“Uang belanja dah ngepas, pake mo di potong segala.”
“Makanya hati-hati Emak pake sepatu Bapak, sepatu mahal tuh. Jauh belinya .. di Bukit Tinggi.
“Ayooo .. Pak! Sekalian ajak anaknya ke lapangan biar gak nangis”
“Jalanlah kau dulu, nanti aku susul”
“Pegi dulu ya Pak, jangan lupa nyusul, liat Emak tanding, sekalian kasih semangat gitu .. heheheh”
“Eeehhh ….. Te’ sulai”

Bapak masih enggan untuk melihat Emak beraksi di lapangan, namun karena bungsunya si Bapak nangis, terpaksalah Bapak membawa bungsunya ke luar rumah. Dengan langkah yang masih ogah-ogahan, akhirnya Bapak ke lapangan liat Emak main bola.

“Nangis ya Pak ?”
“Iya .. nangis nih anak kau!”
“Yah … tanggung Pak, satu babak lagi”
“Aiii .. kau nih Mak!. Menjerit lagi nanti anak kau, gak tau aku ya!”
“Didiemin lah Pak. Tega banget ma Anak”
“Iya .. bawel kau!. Sudah sana ! Di panggil wasit kau Mak”

Emak kembali ke lapangan. Kini Emak mulai beraksi kembali.

“Lari Mak … kejar bolanya Mak ……. ah payah kali kau Mak!
“Hehehhehe … sepatunya kebesaran Pak”
“Kayak mana kau ngiketnya?, yang kuatlah. Sini biar ku ikat”
“Yang kenjeng Pak, biar mantep larinya”
“Iya .. "
“Ya’ tendang Mak! .. lari Mak! .. kejar Mak! … Hantam Mak! … Libas Mak! …. Goallll … hebat kau Mak!”
“Hahhahah …. “
“Bini aku itu !!!”

Tanpa sadar Bapak menikmati permainan Emak. Tak di sangka Emak mencetak 2 goal satu goalnya di cetak oleh kawan Emak Mpok Rini. Dan team Emak menang 3-1.

Jumat, 16 November 2007

Sunat Yuk !


"Membuat cerita ini bersama Mamad Kacrut ^_^"

“Mad … ntar pulang ngaji kita main ke Balong yuk sama anak-anak yang laen !” Jono mengajak sahabat karibnya untuk bermain bola di lapangan Balong. Jono hoby sekali bermain bola, dia bilang kalau besar nanti dia mau jadi pemain bola seperti David Beckam.

“Ogaaahh aaahh Jon..gue mau nyelesein bikin ketapel biar besok bisa nyari Cicek”, Mamad menolak secara halus ajakan sahabat karibnya. sesungguhnya Mamad memang tidak begitu ingin untuk bermain di lapangan Balong, karena lebih penting baginya untuk membuat ketapel daripada harus mengeluarkan keringat. Sebenarnya bagi Mamad yang berbadan bongsor, menghabiskan sore hari di lapangan adalah suatu hal yang sia-sia, karena keringat yang keluar harus digantikan oleh nutrisi yang seimbang, dan itu hanya berarti satu hal, MAKAN.

Jono dan Mamad adalah dua orang bocah yang sudah bersahabat sejak masih dalam kandungan. Ibunya Jono dan Emaknya Mamad adalah sahabat karib semenjak jaman SMA dulu, mereka hamil pada saat yang bersamaan dengan usia kandungan yang sama pula, dan rumah merekapun satu atap satu dinding, maklumlah rumah petakan. Jadi bila saat Ibunda Jono dan Emaknya Mamad sedang ngerumpi, maka ngerumpi pulalah .. janin Mamad dan janin Jono … hehehhe ngasal.

Jono dan Mamad sama-sama duduk di bangku kelas 5 SD, namun mereka tidak sekelas, Jono kelas 5A sementara Mamad kelas 5B. Jono dan Mamad bisa di bilang bocah yang sangat usil, nakal, petakilan, banyak tingkah, namun IQ mereka tak di ragukan lagi (tak di ragukan kerendahannya ..maksudnya).

Jono, anak dengan perawakan kurus bahkan bisa di bilang ceking, tubuhnya tinggi engga, pendek juga engga, dengan ukuran badanya yang seperti itu Jono bisa bergerak lincah seperti bola bekel, masih doyan ngompol, kalo makan pedes suka histeris, mukanya kayak ikan Mujaer kekurangan makan, karena kadang mulutnya monyong-monyong sendiri.

Sementara Mamad bocah yang mempunyai ukuran tubuh yang tidak sewajarnya, pemalas kelas berat, setiap makan tidak cukup hanya dengan satu tangan, wajahnya bulat dan seperti hasil perselingkuhan antara Kuda Nil dengan Panda Beijing (gak usah di bayangin)

“Yaeelaaah .. elu Mad, gak metal banget sih tiap gue ajakin main bola gak mau mulu, lu maunya cuma nonton sambil ngejogrok kayak Kebo lagi ngubang, kaya gak ada kerjaan laen aja lu” Jono mulai kesal dengan sohibnya.

“Ah … elu Jon, lagian kalo gue main bola ntar lu bingung bedain bolanye ma perut dan pantat gue” jelas Mamad yang sadar bahwa bentuk badannya seperti bola.

”Ntar…maksud hati elu mau nendang bola, malah nendang pantat gue,” lalu Jono pun tertawa terbahak-bahak mendengar kepolosan sohibnya.

“Ya udah Mad..terserah elu deehh..tapi ntar kalo lu bikin ketapel sekalian bikinin gue ye Mad, trus jangan lupa abis itu lu susul gue ke lapangan Balong lu liatin gue main bola ya Mad” Jono memang suka sekali pamer kelihaiannya saat bermain bola, sementara di pinggir lapangan Mamad akan teriak-teriak menyemangati Jono, sambil mengunyah apapun yang bisa dia kunyah.

****

Sore itu langit begitu mendung dan sesekali terdengar suara petir menyambar di kejauhan. Jono terlihat bersemangat sepulang dari Ta’lim tempatnya mengaji, dan langsung melepas sarung, peci serta baju koko kesayanganya, asal buka, asal lempar, asal goblek, asal gak kena poster David Beckham kesayangannya.

“Buuuuuuuuu … baju kaos Jono yang ada gambar kodoknya mana ?!” teriak Jono sambil terus mengacak-ngacak lemari pakaianya.

“Lagi ibu rendem Jon, kemarinkan abis kamu pake, udah dekil, bau, kena ompol kamu jugakan semalam” jawab Ibunda Jono dengan lembut dan penuh kasih sayang. Walaupun sebenarnya ulah Jono sering membuatnya mengusap-usap dada, tetapi dia tetap sayang kepada Jono, anak semata wayangnya. padaha kecilnya tubuh Jono gak sekecil mata wayang.

“Yah…. Ibuuu” Jono cemberut. Baju kaos bergambar Kodok adalah baju kesayangan Jono, baju itu dia dapat dari Mamad saat ulang tahunya taun lalu. Ibunda Jono hanya tersenyum sambil merapikan sarung, peci dan baju koko milik Jono.

“Emang kamu mau kemana lagi Jon? Kan udah mendung, nanti kalau kamu kehujanan terus sakit gimana ??!” Ibunda Jono terdengar khawatir.

“Mau maen bola Bu” jawab Jono singkat.

“Kamu tuh ya … main bola teruus, awas ya kalau nanti malam ngompol lagi, Ibu sunatin kamu !!” ancam Ibunda Jono. Meski sudah kelas 5 SD Jono masuh takut untuk di sunat

“Jono gak mau Bu, kalau Anunya Jono di potong, lagian ibu jahat banget sih!,” Jono protes, mendengar ancaman yang membahayakan Anunya.

“Bentuk Anunya jono kan udah bagus begini Bu..ngapain pake mau dipotong segala sih?!” Jono berkilah saat di kampungnya akan di adakan Sunatan Masal. Berbeda dengan Mamad, saat itu Emaknya Mamad bisa dengan mudah membujuknya untuk ikut Sunatan masal, dengan hanya diimingi sepiring nasi uduk porsi jumbo dan sebotol limun, Mamad langsung mau merelakan Anunya disunat. Maklum, Mamad selalu menjadi lemah dan patuh apabila dijanjikan bonus makanan gratis.

Dengan cepat Jono mencium tangan Ibunya “Jono main bola dulu ya Bu. Assalamualaikum” pamit Jono sambil berlalu secepat mungkin. Sementara Ibunda Jono hanya melihat anak kesayangannya berlalu, sambil menggelengkan kepalanya.

****

Dengan santai Mamad menghaluskan batang kayu yang mirip bentuk huruf Y yang nantinya akan digunakan untuk membuat katapel. Mamad sebenarnya memiliki tangan yang terampil, tapi sayang keterampilannya itu selalu bisa dikalahkan oleh rasa malasnya yang memang sudah mencapai tahap kritis.

“Wooiii Mamad…jadi nonton gue maen bola gak?? Buruan donk..udah kesorean nih!!”, teriakan histeris Jono mengejutkan Mamad yang sedang asyik menggosok batang katapel.

“Dasar kampret item…bikin gue kaget ajah lu Jon…kalo gue sakit perut gara-gara kagetkan kasian masakan yang udah dibikin Emak!!”. Jono hanya tersenyum takjub melihat kelakuan sahabatnya.

Akhirnya setelah merapihkan peralatan membuat katapelnya, Mamad dan Jono memulai perjalanan mereka menuju Lapangan Balong, tempat mereka bermain. Selama perjalanan ke lapangan Balong, kedua sahabat karib ini berangkulan mesra sambil bersenandung riang.

Siang bolong jangan pade bengong
Kaya Mamad ompong makan kedondong
Yang di kampong, ampe rumeh gedong
Semua nonton , Jono ma Mamad main di Balong

“Hahahahah ….. maksa banget lu Jon syairnya” protes Mamad.

“Biarin aja … EGP” jawab Jono santai

“EGP? Apaan lagi tuh ?” Tanya Mamad penasaran.

“Emang Gue Pikirin, ahhh payah lu gitu aja gak tau. Dudulz !.”

Ketika lapangannya sudah terlihat di depan mata, terlihat Jono semakin sumringah, sementara Mamad terlihat santai, sambil melihat ke kanan dan kiri, mencari posisi yang teduh dan nyaman untuk mendudukkan pantatnya yang selebar gerbang sekolahan (ah terlalu berlebihan).

Ketika jono akan berlari menyambut teman-temannya yang terlebih dahulu sampai di lapangan, tiba-tiba terdengar suara halus dan mematikan “prêt…preeett..preeeettt”, Jono yang terkejut mendengar suara misterius itu, melirik kearah sahabatnya si Mamad yang tersenyum malu-malu, dan dengan santainya berkata, “Maab Jon..gue udeh kagak nahan..daripada masup angin…hehehehe”. Jono kembali hanya mampu geleng-geleng melihat kelakuan ajaib sahabatnya itu. (Maab ? hahhahah pake b, kayak qolqolah aja).

****

Seperti biasanya lapangan Balong terlihat begitu ramai dengan anak-anak yang bermain. Mulai dari yang bermain layang-layang, sepakbola, dampu, sampai yang lomba menangkap cacing di ujung empang dekat lapangan. Sementara itu Jono dan Mamad terlihat bersemangat dan bergelora. Jono bersemangat karena akan memperlihatkan kelihaiannya bermain sepakbola, sementara Mamad bergelora melihat jajaran penjual makanan yang berada di pinggir lapangan.

Kedua sahabat itu langsung sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Jono mulai memasuki lapangan bola dengan gaya seorang atlit bola profesional. Mamad juga mulai terlihat mengatur strategi untuk menghabiskan uang jajannya di tangan para penjual makanan. Dan hari pun semakin sore, sementara mendung terlihat semakin pekat dan petir terdengar menyambar semakin keras.

Hujan yang dari tadi menunggu untuk mengguyur bumi, akhirnya turun dengan derasnya. Sebagian anak-anak yang tadinya sedang bermain dengan gembira mulai berlarian mencari tempat berteduh atau pulang ke rumahnya sebelum badannya semakin basah, sementara sebagian lainnya justru malah semakin gembira melihat hujan telah turun dengan derasnya, dan mulai sibuk berkejar-kejaran, saling berlomba menjatuhkan satu sama lain, termasuk Jono dan Mamad. Terdengar tawa riang yang ditimpali suara kecipak air yang menggenangi lapangan.

“Hiaaaaattttt…”, Jono terlihat mencoba naik ke atas punggung Mamad yang empuk, “huwaaaa…”, Mamad yang kehilangan keseimbangan langsung terjatuh bersama-sama dengan Jono di atas punggungnya, lalu secara serempak mereka tertawa dengan puasnya. Tiba-tiba Mamad membalikkan badan dan secara tak sengaja menarik celana Jono ke bawah ketika hendak berdiri.

“Waaahhhhh Jono belom disunat….” terdengar teriakan dari salah seorang anak yang sedang bermain. Tiba-tiba semua mata menoleh kearah Jono, dan Jono hanya tertegun menyadari bahwa celananya telah berada di bawah lututnya, mukanya langsung merah-kuning-hijau seperti traffic light di simpang jalan. Semua anak-anak langsung tertawa terbahak-bahak, termasuk si Mamad.

Jono langsung berlari sekencang-kencangnya tanpa mempedulikan sekitarnya, sambil menyeka wajahnya yang basah terkena air hujan. Belum pernah sekalipun dia merasa dipermalukan seperti yang baru saja terjadi. Jono merasa begitu terasing, aneh, bingung dan kalut, karena hanya dia sendirilah yang anunya belum disunat.

Sesampainya di rumah, Jono langsung menghambur ke dalam pelukan Ibunya sambil menangis sesengukan. Ibunda Jono terkejut melihat kelakuan anaknya, dan langsung mendekap anaknya.

“Jon..Jono..kamu kenapa nak?” Ibunda Jono terdengar khawatir karena Jono tidak berhenti juga menangis.

“hayoo..bilang sama ibu sapa yang bikin kamu nangis??!”, Ibunda Jono semakin terdengar khawatir karena anak kesayangannya tetap menangis tanpa menjawab pertanyaannya.

Tak lama kemudian Mamad terlihat berlari tergopoh-gopoh kearah rumah Jono. Ketika sampai di depan pintu rumah petaknya Jono, Mamad langsung berteriak dengan penuh semangat, “Jon..elo kagak nape-nape kan??”, Mamad melongokkan kepalanya dari balik pintu, Mamad melihat sahabatnya sedang dipeluk oleh ibunya.

Seketika Jono menoleh, “Dasar kodok bantet..cumi gondrong…gorilla picek..bla..bla..bla” secara serentak keluar segala jenis cacian dan makian dari mulut Jono. Mamad hanya tersenyum tak berdosa seraya berkata, “Kan gue kagak sengaja Jon..maab dah”.

Setelah keadaan mulai mereda akhirnya Mamad mulai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Ibunda Jono hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum menahan tawa. “Ya udah…kan ibu sudah sering bilang ke kamu supaya anu kamu disunat.” Ibunda Jono berkata dengan bijak sambil mengusap-usap kepala Jono dengan penuh kasih sayang.

“Iyah Bu…pokoknya sunatan masal besok Jono rela anunya Jono disunat,” Jono berkata penuh kepercayaan diri. Mamad hanya tersenyum lega mendengar kata-kata sahabatnya.

Emak gak tau sih

Seperti biasanya, semenjak aku sudah tidak bekerja di pabrik, setiap pagi aku membersihkan halaman rumah, dari mulai menyapu, merapikan rumput-rumputnya dan menyirami semua tanaman. Di desa ini aku tinggal bersama Emak dan dua orang adikku, sementara Bapak sudah lama meninggal karena penyakitnya. Emak hanya seorang pedagang sayuran di pasar, kedua adikku, Budi dan Ani mereka masih duduk di bangku SLTP. Rumah kami amat sangat sederhana, tapi kami mempunyai taman yang cukup terawat, di depan rumah aku tanami dengan beberapa macam jenis bunga, sementara di samping dan belakang rumah aku tanami dengan beberapa jenis tanaman buah dan sayur-sayuran.

“Nur, apa kamu benar-benar sudah tidak mau bekerja di pabriknya Pak Samid ?”, tanya Emakku saat kami berdua sedang duduk di teras rumah. Sesaat aku teringat kejadian seminggu yang lalu, saat itu Pak Samid menyuruhku untuk datang keruangannya, dia bilang ada yang mau di bicarakan denganku, yah … sebagai seorang bawahan, aku turuti saja permintaanya tanpa menaruh curiga sama sekali kepadanya. Dan malam itu aku datang ke ruangannya. Pak Samid sangat ramah sekali dengaku. “Duduk Nur, santai sajalah gak usah tegang begitu”, dia mempersilahkanku duduk di sofa ruangan kerjanya, lalu dengan sedikit sungkan aku pun duduk disana.

Hampir setengah jam aku berada di ruangan Pak Samid. banyak juga yang kami bicarakan, mulai dari menanyakan kabar keluargaku, sampai menanyakan hal-hal yang menyangkut pribadiku.

“Maaf Pak, sebenarnya tujuan Bapak memanggil saya ke sini apa ?”, aku coba beranikan diri untuk mengalihkan pembicaraan ini. Lalu Pak Samid mendekatiku dan berdiri di belakangku. Aku menjadi risih dibuatnya. “Santai saja lah Nur, kamu gak usah tegang begitu di sini hanya ada kita berdua, jadi kamu tenang saja ya”, aku semakin merasa ketakutan Pak Samid menatapku dengan sorot matanya yang liar.

Aku masih berada di ruang kerja Pak Samid, sekilas ku lihat jam di dinding sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Sementara Pak Samid masih terus menatapku dengan sorot matanya yang seolah ingin menerkamku, aku sangat gugup aku takut semakin ia menatapku semakin aku salah tingkah. Pak Samid memandangiku dari ujung rambut sampai ujung kakiku, aarrggg .. !!! seragam ini membuatku semakin risih saja, seragam dengan kemeja lengan pendek dan rok hitam yang panjangnya hanya selutut, sehingga bila aku duduk, maka akan naiklah rok ini, saat ini aku semakin sibuk menutupi separuh pahaku, yang rupanya menjadi salah satu perhatian Pak Samid saat ini.

“Maaf Pak saya harus pulang, sudah larut malam saya takut Emak saya khawatir” akupun bergegas berdiri dan menuju pintu ruangan ini, Pak Samid tidak menghalangi langkahku dia hanya tersenyum menatapku. “Hahahaha … Nur .. Nur, pintu itu sudah kukunci dan kau tidak akan bisa keluar tanpa kunci ini”, dia terus tertawa sambil memainkan kunci yang ada di tanganya. Aku semakin ketakutan aku sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada ku. “Pak … saya mau pulang Pak, izinkan saya keluar Pak, saya mohon “, aku menangis dan mengiba padanya.

Pak samid mendekatiku, akupun semakin ketakutan, air mataku mengalir. Semakin aku ketakutan semakin Pak Samid terlihat gembira. Lalu ia menarik tanganku, memelukku dengan erat hingga aku sulit bernapas, dia berusaha untuk mencumbuku, dan aku mencoba melepasakan diriku dari pelukanya, tapi gagal … tubuh Pak Samid jauh lebih besar dariku dan tenanganya pun jauh lebih kuat dari aku. Aku tak kuasa melawannya. “Toloong … toooolllloooooong” aku teiak dengan sekencang-kencangnya, namun sia-sia, sepertinya tidak ada yang mendengarku. “Ssttt … jangan teriak Nur, disini hanya ada kita berdua, jadi lebih baik kau muruti saja semua kemaunku”. Pak Samid tertawa dengan amat keras, dia seperti macan yang akan segera melahap habis mangsanya.

“Lepaskan saya Pak, apa salah saya” aku terus berusaha berontak, aku menangis sejadi-jadinya, dan juga terus berusaha meminta tolong kepada siapapun yang mungkin mendengar jeritanku, serta menghentikan nasib buruk ku ini.

“Toloong ..tooloong…nngggg…hhmmmppp” suaraku terbenam saat pak Samid melumat bibirku seperti seekor lintah yang menghisap sari kehidupanku, darahku, dan kesadaranku, aku tak bisa teriak, aku terbungkam dan merasa semakin tak berdaya. Pak samid semakin garang dan mulai mencoba melucuti pakaianku.

“Lepaskan saya pak .. lepaskan” Pak samid hanya tertawa dan mulai melepaskan pakaiannya satu per satu.

“Ampun Pak .. apa salah saya” lalu Pak Samid berhasil menanggalkan pakaian yang masih menempel di tubuhku yang semakin lemas, aku menangis. Pak Samid terasa semakin kurang ajar dan bernafsu mencumbuku.

“Tolong … toloooong” suaraku hampir habis, Pak Samid akhirnya berhasil membuatku bugil … aku sudah benar-benar bugil sekarang, tanpa ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhku. Aku merasa seperti seorang bayi mungil yang tak berdaya diatas cengkeraman nafsu bejad Pak Samid.

Pak Samid, menghentikan aksinya, semula aku pikir dia iba melihatku, maka dengan sigap aku berlari menuju jendela ruangan pak Samid, namun sial .. ternyata jendela ini juga sudah di kuncinya.
Pak Samid hanya diam sambil menatapku yang berlari dengan bugil di ruangannya. Dan tiba-tiba Pak Samid menarikku rambutku, dan menjatuhkanku di atas sofa ruang kerjanya.

“Lepaskan saya … lepaskan .. !!” aku mencoba berontak, tapi gagal, tenaga pak Samid cukup kuat untuk menahan tubuhku dalam dekapannya.

“Diaaaaammm …” Pak Samid mulai berbicara, dan akupun terdiam. Aku menahan rasa takut yang teramat sangat sambil terus menerus berdoa semoga ini semua hanya mimpi burukku saja.

“Ampun Pak, lepaskan saya, apa salah saya”, aku mengiba padanya “Sstttt .. diam!!”, hanya itu ucapanya. Aku hanya menangis, aku ingat Emak, aku membayangkan ekspresi diwajah wanita tua itu, wajah yang begitu tulus menyayangiku seumur hidupku, tapi harus di hujam oleh kenyataan bahwa anaknya telah diperkosa.

Aku menangis, terus menangis tanpa henti, aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa saat tubuh pak Samid yang telah dikuasai nafsu mulai menghujami tubuhku dengan segenap birahinya. Aku menahan rasa sakit yang perlahan mulai menerpa setiap jengkal tubuhku, sakiiiiiit sekali. Aku berdoa memohon kepada ALLAH SWT agar dicabut nyawaku. Mungkin lebih baik aku mati saja, daripada harus terus merasakan penderitaan ini.

“Nur … nur” , suara emak mengagetkanku. “Iya .. ada apa Mak” aku gugup, tanpa sadar air mataku mengalir. “Kamu kenapa Nduk, Mak tanya kok malah melamun ?”, aku segera menghapus air mataku “Enggak mak, Nur tidak akan kerja di tempat pak Samid lagi, Nur mau membantu emak dagang sayur saja di pasar. Bolehkan mak ?” emak hanya tersenyum, dia mengusap kepalaku. “Tapi Nur pengasilan dari dagang sayur itu sedikit sekali tidak cukup untuk membiayai sekolah adik-adikmu”, sepertinya Emak tidak setuju dengan ideku tadi. Tetapi memang benar, penghasilan dari berdagang sayur hanya cukup untuk kami makan saja, sementara untuk keperluan adik-adiku sekolah selama ini, mengandalkan dari penghasilanku bekerja di pabrik. “Aaahhh … emak nggak tau si apa yang sudah aku alami” bisikku dalam hati.

I Love U Abang (6)



Selepas dari rumeh Fatime, muke Ahmad keliatan sedih.
Die kagak nyangke perjalanan cintanye bakalan serumit Romeo en Juliet. Selama perjalanan pulang Ahmad cuman
menggeleng-gelengkan kepale sambil beristighfar
ngebayangin kisah asmaranye ame Fatime bakalan kandas
lantaran masa lalu antara babe mereka berdue. Kadang
sesekali muke Ahmad senyum-senyum kalo ngebayangin
masa-masa indah menjalin cinte ame Fatime.

“Duh Fatime, ape abang sanggup ngelupain lo begitu aje? ,
masa sih kagak ade jalan laen untuk nyatuin kite? Maapin
abang ye, I love u Fatime” Ahmad bergumam kecil, kagak
sadar air matanye menetes pelan di pipinye. Jagoan silat
kite kali ini cume mampu menitikkan air mate atas
ketidakberdayaannye menghadapi babenye Fatime pake cara
nyang bener.

“Astagfirullahaladzim!” gumam Ahmad saat setan ngebisikin
untuk ambil jalan kawin lari. “Kagak, kagak kawin lari
cuman menambah masalah aje, gue gak bakalan mau ngambil
jalan pintas bodoh kayak gitu”

Cukup jauh Ahmad berjalan dan memang ia hanya mau berjalan
menuju rumehnye. Kagak lame kemudian hujan turun dengan
derasnye. Sosok Ahmad pun menghilang dalam lebatnye
hujan.

Nyang terdengar hanya suaranye menyenandungkan lagu dari
band kesayangannye

Ku ingin melukis kanvas jiwamu
Dengan rasa terdalam di hatiku
Menjadikan kau sebagai ombak
Yang takkan pernah jenuh kupandang

Untukmu yang pernah meluruhkan aku

Dalam waktu yang same dari kejauhan keliatan sosok
perempuan yang juga dirundung sedih, sape lagi kalo bukan
Fatime. Die lagi nangis sesegukan di dalam kamarnye. Die
kagak nyangke Babenye berbuat sekejem itu ke orang yang
amat sangat die sayangin. Dalam tangisnye Fatime juga
ngebayangin kalo perpisahan dengan Ahmad bakalan
bener-bener terjadi.

“Abaang jangan tinggalin Ime ye...” lirih suare Fatime
disambut rinai air mate nyang kagak kalah deres ame hujan
di luar kamarnye.

“I Love u abang” bisik Fatime sambil meluk bantal guling
kesayangannye sampe tertidur.

Dalam tidurnye Fatime sayup-sayup mendengar suare
kekasihnye tersayang bernyanyi namun dengan suare nyang
lirih.

Penglihatan di dalam hatiku
Telah tertuju mengapa kepadamu
Apakah harus aku yang terbakar
Menjadi abu tanpa kau tau

Wahai makna yang tak dapat kudalami

Kau yang selalu dalam impian
Yang takkan pernah kulupakan
Aku hanya ingin kau tau
Kupendam rasa hanya untukmu

Mendengar suare Bang Ahmad seketike dalam keadaan tidurnye
itu pule Fatime menitikkan air mate. Fatime teramat takut
kehilangan kekasihnye.

***

Udeh seminggu sejak kedatangan Ahmad ke rumah Fatime,
Enyaknye Fatime ngeliat ade perubahan dari diri anak
semate wayangnye. Nyang biasanye Fatime kalo dimasakin
sayur asem pasti nambah minimal dua piring, sekarang
boro-boro mo nambah, nyentuh tu sayur aje kagak. Sekarang
Fatime paling cuma makan nasi putih dua sendok makan ama
sambel secuil, minum aer putih trus die balik deh ke
kamarnye. Kalo ditanyain kok makannye cuman dikit? die
paling ngejawab dengan lemas “Aye lagi kagak napsu makan
Nyak”. Fatime pun nyang biasanye ceria dan murah senyum
sekarang udeh berubah jadi pendiem dan super duper jutek.

“Duuh anak Enyak, sampe kapan sih lo mo kayak gini
terus?” lirih Enyaknye Fatime sembari melintir-melintir
serbet nyang ade di meja makan.

“Ini kagak bole dibiarin lame-lame, Aye mesti ngambil
sikap, masa lalu adalah masa lalu dan masale Ahmad ame
Fatime kagak ada hubungannye ame perseteruan Babenye.”

Akhirnye Enyaknye Fatime sadar bahwa semue nyang terjadi
bise diperbaikin, setidaknye ade kesempatan untuk
ngembaliin anaknya kembali normal.

Dan ngejogroklah si Enyak di korsi bambu nungguin Babenye
Time. Kayaknya Enyak kagak maen-maen, tekadnye udeh bulet
mo ngebela anak semata wayangnye nyang jadi korban masa
lalu orang tue.

Di dalem kamar Fatime hanya bisa merengut. Yang bisa
menenangkan hatinye saat ini adalah meresapi ayat-ayat
Al-Quran sehabis die sholat sambil nangis dalam doa minta
jalan yang terbaik untuk hubungan cintenye dengan Ahmad.

Selain itu untuk menghibur diri dan mengusir sedih die
selalu ngebace novel kesayangannye berjudul “ Gemini dan
Kepingan Mimpi “ salah satu karye novelis terkenal dalem negeri nyang bername Ayu Prameswary.

“Mungkin klo aye punye kakak atawa sodare kembar kayak di
novel ini gak bakalan aye kesepian kayak gini.”

“Huh biasanye jam-jam segini pasti Bang Ahmad nelepon!
tapi udeh seminggu kok die gak ada kabarnye sih…? Baaang
aye kangen niih!”

Akhirnye untuk yang kesekian kalinye Fatime gak kuase
menahan tangis akibat teramat rindu pade Bang Ahmad. Kalo
udeh denger tangisannye Fatime, hati Enyaknye pasti perih
kayak diiris sembilu. Mane ada sih ibu nyang tega
ngebiarin anaknye sedih terus.

“Time anak Enyak sabar yeh neng, Enyak akan coba ngebujuk
Babe lo agar nerime Ahmad jadi anggota keluarge kite.”
lirih Enyak di teras saat mendengar tangisan Fatime, ia
hanye berani menatap kamar Fatime.

***

“Assalamualaikum!” Teriak Babenye Fatime.

Akhirnye waktu yang ditunggu-tunggu udeh tiba segera Enyak
nyamperin Babe Fatime, cium tangan trus balik ke dapur buat nyediain minum.

“Ni bang kopinye”

“Iye makasih”

Babenye Fatime kelihatannye udeh nyaman duduk di korsi
bambu, rokok kretek udeh diisep dengan nikmatnye. Enyaknye Fatime nunggu waktu yang pas buat ngomong masalah anaknye.
Tatapan matanye udah penuh dengan semangat dan sepertinye
die udah siap dengan konsekuensi yang terjadi nanti.

Setelah lima menit berlalu, satu batang rokok telah habis
terhisap dan kopi di dalam gelas sudah tinggal setengah
menemani Babe melepas lelah mulailah Enyak memulai
percakapan.

“Bang, Aye kesian ngeliat kondisi anak kite akhir-akhir
ini, die jadi berubah gak kayak Fatime yang biasanye.
Mukenye keliatan murung terus, kagak doyan makan lagih,
aye takut die sakit Bang liat aje badannye makin kurus.”

“Ah, ini pasti gare-gare anaknye si Jalum. Heran gue babe
ame anak sama-sama ngeselin! Coba kalo anak kite kagak
bergaul same Ahmad, Fatime pasti gak bakalan kayak gitu”
jawab Babe.

“Lho bang, itu berarti kan menandakan Fatime bener-bener
sayang ame Ahmad!”

“Aahh! Gue kagak percaye, anak kite kan cakep, pinter,
masa bisa kecantol ame anak kampung macem si Ahmad!
anaknye Jalum lagi, bikin panas hati aje, gak mungkin”

“Nah kalo abang ngerasa anak kite pinter kenape gak
ngerestuin orang yang udeh jadi pilihannye? Pastinye
Fatime gak sembarangan pilih dong? Die pasti milih dan
menimbang-nimbang kalo mo serius sama seseorang ye kan?”

“Fatime pasti salah pilih Ti, emang sih Ahmad keliatannye
orangnye bae dan jujur, keliatan dari mukenye. Tapi tetep
aje gue kagak sudi”

“Bang, kok Abang jadi kejem amat sih? Abang pan tau anak
kite si Fatimeh udeh cinte bener ame si Ahmad”

“Lu diem aje deh, bukanye aye kejem, tapi aye kagak sudi
kalo kudu besanan ame si Jalum”

“Masyaallah si Abang, haree gini masih aje nyimpen dendam
ame si Jalum, eh Bang denger ye, ntu cume masa lalu ngapain sih Abang ungkit-ungkit”

“Lu denger ye Ti, ini emang cerite mase lalu kite, tapi
jujur aje aye masih gedek ama tu manusia”

“Istighfar Bang ... Istighfar ..... pan Abang tau, dendam
ame orang ntu kagak bae, dose Bang hukumnye. Lagian ye
Bang si Fatimeh ame Ahmad kagak ada sangkut pautnye ame
masalah masa lalu kite, mereka dah pade saling cinte Bang
dan kite juga dose klo sebagai orang tua kagak ngerestuin
niat baik anak kite”

“Justru itu Ti, gue pingin tu si Ahmad tau kelakuan
Babenye dulu, gimane culasnye si Jalum dan biar Fatimeh
juga tau kalo calon mertuanye dulunye ntu kagak bener,
suka main curang!”

“Abang apa-apain sih?! Kagak lucu Bang!”

“Emang kagak lucu Ti, gue kagak lagi ngelawak”

“Aye ingetin ame Abang sekali lagi, aye kagak demen Abang
kayak gini. Kite dah tue Bang, kagak bae nyimpen rase
benci ame orang lain, lagian pan Akhirnya Aye jadi milik
Abang, akhirnye aye milih Abang karena cume Abang yang aye
cinte”

“Gue tau Ti, tapi gue tetep kagak demen ame tu bocah
keturunan si Jalum”

“Abang keras kepala, Abang egois kagak mikirin perasaan
Fatimeh, Abang tau kagak kalo malem aye suka denger
Fatimeh nangis di kamarnye, aye kagak tega Bang. Cuma
gara-gara rasa benci Abang, Abang tega nyakitin perasaan
anak Abang sendiri. Kite cume punye Fatimeh Bang, aye pingin liat die seneng hidup ame laki-laki demenannye”

“Iye ... tapi kagak mesti ame si anaknya Jalum. Pan masih
ade si Juki, die juga cinte ame si Fatimeh die juga
anaknye haji lagi dan gue rase Fatimeh pasti hidup seneng
ame si Juki”

“Tapi Abang sadar kagak sih ?! Klo fatimeh cume cinte ama
si Ahmad, bukan si Juki yang orangnye suka begantung ame
orang tue”

“Pokoknya gue kagak setuju kalo Fatimah kawin ama si Ahmad
... titik !! kagak boleh di bantah lagi!”

“Ok .. kalo Abang maunye gitu, Abang egois, kagak sayang
ame anak sendiri. Bang .. denger ye ! Mulai ni malem kite
pisah ranjang dan besok aye mo pegi aje ke rumah Emak aye
dan aye bakal ngajak Fatimeh. Silakan Abang mo dendam ame
si Jalum ampe kapan .. ntu terserah Abang !”

“kok lu gitu Ti?!”

“bodo!”

Kamis, 15 November 2007

I Love Abang (5)


Akhirnye hari nyang aye tunggu-tunggu dateng juga. Ba’da Isya nanti Bang Ahmad bakal dateng kerumeh aye buat nemuin Babe. Ah .. semoge aje Bang Ahmad bise ngambil hatinye Babe.

Dari ba’da Magrib aye dah rapih, dah wangi dan udeh mandi pastinye, nih malem aye pengen tampil cantik biar Bang Ahmad makin cinte ma aye dan makin mantep aje mo ngelamar aye. Nih malem aye pake baju biru kesayangan aye trus aye juge pake jilbab biru nyang tempo hari di beliin ame Bang Ahmad. Duh … aye jadi makin cantik aje.

“Fatimeeeeeeeh …. !!” suare Babe nyang super ngebas bikin aye kaget.

“Iye .. Be, bentar” Duh si Babe ngeganggu orang lagi dandan aje. Aye langsung buru-buru nyamperin Babe nyang lagi asik duduk di bawah pu’un sengon.

“Mane die dedemenan lo?, dah gini ari belom keliatan batang idungnye, jadi kagak die dateng kemari?!” Babe nyang lagi nyantai kaliatannye juga kagak sabar pingin liat calon mantunye. Hehhehe

“Jadi kok Be .. Bang Ahmad pasti jadi dateng” ati aye jadi deg-degan, aye kuatir Bang Ahmad kenape-kenape di jalan.

***

“Assalamualaikum … “ Nah .. ntu die Bang Ahmad dateng, aye langsung buru-buru kedepan bukain pintu bakal Bang Ahmad, sementare Babe buntutin aye dari belakang di ikutin ma Enyak.

“Waalaikumsalam … eh Abang,” aye rada manyun nemuin Bang Ahmad lantaran die telat 10 menit, aye protes ame Bang Ahmad soalnye kagak biase-biasenye die telat, setau aye Bang Ahmad ntu orang nyang tepat waktu kagak pernah ngaret sedikitpun, tapi nih malem tumben-tumbenan si Abang telat.

“Neng .. jangan manyun gitu dong ah, maap ye Abang rada telat soalnye tadi ada urusan bentar di tengah jalan. Eh iye nih, abang bawaain kerak telor ame lepet kesukaanye si Babe.” ah … si Abang nyoba ngerayu aye, tapi kagak tau ngapa aye paling kagak bisa dah marah ame Bang Ahmad.

Langsung aje aye nyuruh Bang Ahmad masuk, Babe ame Enyak dah nunggu di ruang tamu, sementara aye masuk ke dapur buat bikinin minum. Jantung aye dag dig dug aje dari tadi, aye takut kalo Babe bakal marahin Bang Ahmad lantaran die dah macarin anak gadisnye.

Saat aye balik ke ruang tamu sambil baawin minum ame nyuguhin kue nyang Bang Ahmad bawa, aye ngeliat Babe masih diem aja, die masih asik ame rokok kreteknye, dan Enyak sedari tadi sok-sokan basa basi ame si Bang Ahmad. Duh … aye jadi makin deg-degan aje, si Babe ngape jadi diem aje ye, pan die nyang nyuruh Bang Ahmad dateng kemari, aye jadi kesian ngeliat Bang Ahmad duduknye jadi gelisah gitu udah kayak orang sakit ambeyen.

“Di minum Bang tehnye” aye nyoba ncairin suasane, aye jadi bingun sendiri. Mata Babe ngeliatin Bang Ahmad mulu, hehhehe .. aye rase Babe juga terpanah ame ketampanan pacar aye, dan si Enayk dari tadi cume mesem-mesem aje.

“Iye .. Abang minum ye, Be .. tehnye aye minum ye?” Bang Ahmad mulai nyoba basa-basi ame Babe.

“Hhhmmm .. iye, minum dah” jawab Babe datar. Etdah si Babe dah kayak orang kesambet diem aje, biasenye juga die nyerocos aje.

“Name lo Ahmad?” tanye si Babe, hihiih … akhirnye Babe ngomong juga.

“Iye Be, name aye Ahmad” jawab si Abang dengan suarenye nyang lantang.

“Kate anak gue si Fatimeh, lo pacaran ame die? Dah berapa lame lo macarin anak gue?” Babe aye emang terkenal galak, ape lagi kalo die lagi beradepan ame orang yang lagi demen ame aye, ampun dah lagaknye si Babe jadi sok jaim gitu deh.

“Iye Be .. aye emang pacarnye fatimeh, aye juga dah lame demen ame die, sejak die Sanawiyah aye dah suka bener ma Fatimeh, cume waktu ntu aye belom berani ngutarain perasaan hati aye, nah pas Fatimeh lulus Aliyah baru deh aye berani bilang kalo aye cinte ame sayang ma die.” Kelar ngejawab pertanyaan si Babe, Bang Ahmad langsung natap aye. Aduuh … ternyate si Abang dari dulu dah suka juga ma ye. Bang Ahmad masih natap aye, sementara aye jadi senyum-senyum sambil malu-malu tapi mau.

“Denger ye … siape tadi name lo?”

“Ahmad .. Be”

“Iye … Ahmad, lo tau pan si Fatimeh ntu anak gue atu-atunye, lo tau juga pan kalo banyak perjaka nyang suka ame die, dari anak lurah ampe anak RT pernah pade nyoba dateng kemari bakal ngelamar Fatimeh. Dan lo tau kagak ? gue tau mereka siape tapi gue kagak mao sembarang nerime lamaran orang, ape lagi elo, gue lom tau elu siape, orang tue lo siape, kerjaan lo ape, haram ape kagak duit nyang lu punye?” begini nih Babe aye, kalo dah nyerocos dah kayak mercon.

Mendengar perkataan Babe, Bang Ahmad cume diem, tapi aye tau Bang Ahmad kagak bakal gentar kalo Cuma perkara Babe lom kenal ma die. Tapi jujur aje lantaran omongan Babe nyang kayak gitu aye jadi gak enak ati ma Bang Ahmad.

“Maap Be, mungkin aye udeh lancang, karena aye demen ame Fatimeh anak Babe, aye juga emang bukan anak-anak siape-siape, Babe aye bukan orang kelurahan atau pejabat lainye, kerjaan aye juga cume kayak gitu aje, aye bukan orang kantoran, tapi Inssayaallah bulan depan aye bakal ngajar di TPA, dan Alahamdulillah rejeki nyang aye dapetin halal, Insyaallah.” Ini nyang aye suka dari Bang Ahmad, pantang bagi die buat mundur,, meskipun Babe aye dah ngomong nyang rada nyinggung perasaannye tapi Bang Ahmad kagak kesel die tetep tenang ngadepin Babe aye nyang kalo ngomong emang suka asal goblek.

Sedari tadi Enyak aye cume diem aje nyimak Babe ame Bang Ahmad ngobrol, sementara aye juga tetep keliatan tenang meski ati aye ketar-ketir.

“Ahmad … kalo boleh Nyak tau siape name Babe lo?”

“Babe aye namenye Babe Jalum Nyak” jawab Bang Ahmad dengan di sertai senyum manisnye.

“Ape ???!!! ….. Jalum ? Jalum nyang punye toko kembang ntu? Jalum nyang tinggal di kampung rawa?” pertanyaan Babe dah kayak orang nyang lagi kaget, duh … ade ape lagi ye, jangan-jangan Babe dah kenal ame Babenye Bang Ahmad, tapi kok kayaknye reaksi Babe kayak kagak suka gitu ye.

“Iye … Babe jalum nyang tukang kembang ntu Babe aye, dan aye emang tinggal di kampung rawa. Jadi Babenye Fatimeh dah kenal ame Babe aye?” Bang Ahmad melemparkan senyumanye ke aye, keliatan banget kalo Bang Ahmad seneng.

“Iye … gue kenal ame Babe lo, dan lu kudu tau, Babe lu itu pernah ngerebut pacar gue, dan Babe lo ntu musuh bebuyutan gue dari dulu.”

Dulu Enyak emang pernah cerite ame aye soal kisah cintenye tempo dulu, ya … kagak jauh beda ame aye. Enyak dulunye adalah seorang gadis kampung nyang baik hati, dan cantik pula. Saat ntu ada due orang perjaka nyang naksir ame Enyak, trus akhirnye Enyak milih Babe buat di jadiin pacarnye, dan di tengah jalinan asmara Enyak ame Babe, muncul lah seorang perjaka lainye nyang berusaha untuk ngerebut Enyak dari Babe. Dan sekarang aye tau rupenye Babenye Bang Ahmad nyang pernah ngerejokin hubungan asmara Nyak ame Babe aye.

I Love U Abang (4)


Di Rumeh Haji Samsul (Bokapnye si Juki) —

“Boooooos!, Bos Jukiiiiii!” Si Japra anak buahnye Juki kelihatan lari tergopoh-gopoh kayak orang abis ngeliat setan. Kontan seisi rumah pade melengos ke arah si Japra.
Hari ini kebetulan Haji Samsul ame Enyaknye si Juki kagak ade di rumeh. Nyang ade cuman Juki, Kubil (tangan kanannye Juki), dan Ismail ade kandung si Juki.

“hhh hah hh hah hh!” Japra keliatan ngap-ngapan, mukenye rada pucet, mungkin kekurangan oksigen. Tangannya sebentar megangin dada, sebentar ngusep keringet di kepala.

Secepet kilat Juki ame Kubil keluar nyamperin tu anak. “Ngape lo Pra, tumben lari-larian gak jelas gituh?” Tanye Juki penasaran.

Si Juki ni anak Betawi aseli nyang kehidupannye bikin anak-anak kampung Betawi manapun ngiri. Gimane gak ngiri mulain brojol ke dunie ampe sekarang hidupnye kagak perne suseh, mo makan tersedie, waktu ke sekole dulu gak perlu kepanasan abisnye pan die dianter jemput ame sopir babenye pake mobil ber-ac. Mo tipi gede, leptop paling canggih, motor keluaran terbaru, henpon nyang paling kinclong tinggal tunjuk. Babe ame Enyaknye bener-bener manjain die banget. Apalagi sekarang, disaat anak2 kuliah nyang baru lulus kesono kemari ngirim lamaran kerje, die mah enak aje tinggal ngejogrok di perusahaan Babenye. Mo berangkat ngantor ape kagak, seenak jidatnye aje dah. Ngiri kan lo?.

(Wokeh balik lagi ke Japra ^_^.)

“Boos… aye punye berita penting nih, Babenya Fatime ngundang si Ahmad ke rumehnye tuuh. Bisa gawat ni bos kalo ampe babenye Time ngaminin hubungan anaknye ame si Ahmad!” si Japra ngejelasin sambil nunduk megangin lutut layaknye orang nyang lagi ruku’, rupanye si Japra masih puyeng gara-gara lari-larian di siang bolong.

“Hah! Nyang bener lo Pra?, waduh setau gue dari kemaren-kemaren kan Babenye Timeh kaga sudi ketemu ame si Ahmad. Ade ape yeh? Perasaan gue jadi kagak enak nih, jangan-jangan Babenye mulain demen ame si Ahmad. Wah ini kagak bisa dibiarin!”.

Juki jalan mondar-mandir, jidatnye semakin berkeriput, sesekali die garuk-garuk kepala padahal palanye kagak gatel. Kelihatannye Juki lagi berpikir keras gimane caranye supaye Ahmad kagak berhasil nemuin Babenye Fatime.

“Kapan tuh si Ahmad disuruh nemuin Babenye Time?” Tanye Juki ke Japra
“Malem minggu ini bos, ntu berarti besok malem kan?” Jawab Japra dengan nafas yang sudah stabil.

“Naah! Gue punye ide nih. Eh Kubil! kali ini gue butuh bantuan lo. Lo kan jawara kampung sini, pastinye jurus-jurus silat lo kagak bise diremehin. Sebagai tangan kanan gue, lo musti bantuin gue untuk ngalangin si Ahmad nginjek rumehnye Fatime apapun caranye” seru si Juki sembari memperlihatkan senyum liciknye ke Kubil.

“Kalo aye sih mo ade sepuluh Ahmad kagak masaleh, nyang penting ininye Bos” sahut Kubil sambil gesekin jari telunjuk sama jempolnye jadi atu.

“Halaah itu mah keciil! Yang penting kerjaan lo beres dulu. Masa lo lupe gue siape? Nih si Juki anak betawi nyang paling kaya”. Si Juki mulain lupe diri.

“Kalo gitu hayo kite ke dalem nyusun rencana buat besok malem”. Juki dan anak buahnye akhirnye masuk lagi ke dalem rumeh.

Dari kejauhan Ismail, ade kandungnye si Juki mencium bau busuk rencane Abangnye untuk nyelakain si Ahmad.

“Ini gak bole ampe terjadi” dalem ati Mail bergumam. Diem-diem si Ismail masuk ke kamarnye nelpon si Ahmad untuk berhati-hati malem minggu nanti. Secara singkat Ismail menceritakan rencana kakaknye ke Ahmad.

Ismail, selain emang die dasarnye anak nyang baek, die juga adalah adik seperguruan Ahmad di perguruan silatnye Abah Fuad.

Selesai Mail ngomong ame si Ahmad, tiba-tiba bogem mentah Juki nyasar ke pipinye.
“Plakk!”. “Dasar ade kagak tau diri lo! Ngapain juga lo malah belain si Ahmad? Harusnye kan lo belain gue, abang lo sendiri?” Mail kagak sadar ternyata pembicaraanye sama Ahmad melalui telepon ketahuan .

“An***g lo!, dasar go***k!, bogem kedua dilemparkan lagi ke muke Mail, tapi kali ini Mail berhasil menangkis dan balik mendorong badan Juki.

“Eh dengar ye Juk, kalo lo emang jantan, harusnye lo kagak perlu ampe punye rencana nyelakain orang. Kalo lo demen ame Fatime, harusnye lo datengin rumahnye terus lo lamar deh tu Fatime buat lo jadiin bini!. Malu gue punya abang katro kayak lo, bisanye cuman ngandelin orang aje. Tunjukin dong kemampuan lo sendiri!” Ismail buru-buru beranjak pergi dari rumeh. Die khawatir malah jadi berantem ame Abangnye sendiri.

“Dasar ade sialan!” Juki memaki sambil berdiri dari jatohnye akibat didorong Mail tadi.

* * *

Malem minggu (Hari H Ahmad ketemu calon mertue)—–

Ahmad lagi berdiri berhadepan ame cermin di kamarnye, tangannye sibuk merapikan kerah baju kemeja warna birunye. Malem ini si Ahmad bener-bener kelihatan gagah. Selesai dengan penampilan, die buka lemari ngambil dompet ame jam tangan.

“Sholat Isya udeh, penampilan oke, dompet siap, henpon di kantong, sekarang tinggal pamit minta doa restu ame Nyak Babe” batin Ahmad.

Begitu Ahmad keluar dari kamar, Enyak, Babe dan Ade-adenye pademelongok ngeliatin penampilan Ahmad. Mereka kagak nyangka Ahmad bise sekeren itu.

“MasyaAllah, lu Ahmad pan, anak Enyak?” Enyaknye Ahmad rupanye pangling ame anaknye sendiri.

Maklum selama ini Ahmad penampilannye sederhana banget, kagak pernah dandan. Penampilannye nyang penting rapih, bersih, dan nutup aurat itu dah cukup katenye.

“Astagfirullah, Nyak mase kagak kenal ame aye? Kan Emak nyang ngelahirin aye.”

“Iye Mad, hari ini penampilan lo kagak seperti biasanye, lo keren banget mirip artis sinetron di tipi-tipi”. Sahut Babe si Ahmad sambil kipasan pake kipas yang terbuat dari kulit bambu.

“Ah Babe bise aje”

“Lagian lo mo kemane sih Mad?” Tanya Enyaknye lagi

“Ini Nyak, Beh, aye mo menuhin undangannye Babenye si Fatime, Babenye Fatime mo ngobrol-ngobrol gitu deh, aye minta doanye yeh Nyak, Beh” ujar Ahmad.

“Oh, iye dah, ati-ati ye di jalan. Nih Babe kasih duit buat pegangan.” Babe ngorek-ngorek isi peci itemnye.

“Mmm kagak useh Beh makasih, aye dah ada kok, Babe tenang aje hehehe” Ahmad langsung menyambar tangan Babe ama Enyaknye untuk dicium.

“Aye berangkat dulu ye, Assalamu’alaikum!”

“Wa’alaikum salam!” keluarganye Ahmad nyaut salam kompakan.

* * *

“Hop! oop, berenti di sini aje bang pinggir dikit dah tuhh deket tukang martabak”. Kate Ahmad ke tukang ojek.

“Ngiiiik”. Motor ojek mendarat tepat di depan tukang martabak. Ahmad langsung ngasih ongkosnye, “Nih bang ambil aje kembaliannye”.

“Wii alhamdulilee, makasih ye Bang, mudah-mudahan Abang rejekinye makin banyak dan selamet dunie akherat!” Tukang ojek kegirangan dikasih duit gocapan ame si Ahmad.

“Amiiiin, sama-sama makasih ye Bang ude nganterin aye dengan selamat hehehe”. Ntu Tukang ojek pun langsung ngacir sambil cengar-cengir.

Selesai beli martabak telor super spesial, Ahmad jalan kaki menuju ke rumeh pujaan hatinye. Jarak rumeh Fatimeh gak begitu jauh dari tempat die beli martabak. Tiga menit jalan santai juga udeh sampe.

“Lha, ni jalanan kok sepi banget yak? Padahal baru jam Lapan, ud pade molor kali yak? Et daah malem minggu malah pade molor, payah ni orang-orang kampung”. Ahmad ngomong sendirian sambil ngeliatin jam tangannye.

“HEI BRENTI LU!” tiba-tiba ada suara yang bikin kaget si Ahmad. Rupanya ada orang yang nyegat Ahmad sambil ngacungin goloknye.

Ni orang kostumnye mirip-mirip ninja cuman bedanya penutup kepalanye pake sarung, yah kite sebut aje ni sosok -Ninja sarung- yeh ^_^.

“Astagfirullah, iye bang aye brenti nih, cuman jangan ngunjukin golok ntu ke aye donk bang, ngerii, tar klo setan lewat gimane bang? Ah ngeri dah pokoknye”. Ahmad masih belon sadar tu ninja sarung mo nyelakain die.

“Ahh diem loh kagak usah banyak bacot!. Mo kemane loh hah?!” Ninja sarung keliatan makin garang.

“Oh ini aye mo silaturahmi ke tempat sodare bang, rumenye kagak jauh kok dari sini, ade ape ye bang kok sampe perhatian gitu ame aye?, kagak usah dianterin juge kagak ape-ape kok bang, aye tau kok jalannye, yah paling tinggal dua tikungan lagi nih” Ahmad menjawab dengan tenang sambil senyum-senyum simpul.

Ninja sarung malahan kesel karena Ahmad bukan takut malah kesannye ngeledek.

“Heh anak sialan, mendingan lo pulang deh, ato ni golok nancep di jidat lo!” Ninja sarung mulai mengancam.

Tiba-tiba Ahmad inget obrolannye tempo hari liwat henpon ame Ismail ade seperguruannye.

“Jangan-jangan ini yang dimaksud Mail kemaren siang. Tapi kalo gue nirutin maonye tu Ninja, hubungan gue ame Fatime bisa punah nih. Wah kayaknye kagak ada jalan laen selaen bertarung nih”. Ahmad membatin.

Ditarolah bungkusan martabak telor super spesial nyang masih anget di tempat yang aman, kemudian Ahmad angkat bicara.

“Bang, aye minta maap sebelumnye, tujuan aye ke kampung sini bukan untuk berbuat jahat, aye cuma mo silaturahmi ke tempat sodare aye. Jadi mohon abang ngasih aye liwat”.

“Ahhh banyak bacot lu, nih makan golok gua, Ciaaatttt !!!” Ninja sarung memulai perkelahian dengan langsung meyabetkan goloknya ke arah kepala Ahmad.

Ahmad langsung pasang kuda-kuda begitu lawannya mo nyerang. Dengan cepet die nunduk untuk menghindari golok nyang diarahin ke kepalanye.

Ahmad gak kalah jurus, walaupun lawannye bersenjatakan golok, die kagak gentar, dengan gerakan secepat kilat Ahmad ngeluarin jurus sapuan kakinye ke tu Ninja.

Sreet!” sapuan kaki Ahmad mengalir dengan sempurna ke kaki lawan. Dan “Bruuk!” Ninja sarung langsung jatoh terjerembab. Ngeliat lawan udeh jatoh Ahmad gak menyia-nyiakan kesempatan nyang ade. Die langsung tendang golok nyang dipegang lawan, “Prak!” dan berhasil. Goloknya sudah gak ada dalem kekuasaan tu Ninja.

Menyusul jurus penutup, Ahmad mengarahkan kepalan tangannye ke arah dada tu Ninja
nyang masih terkapar “Buuk!.”

“Hugh!” Sang Ninja terlihat kesakitan dan sesak nafas dihadiahi pukulan terakhir Ahmad.

“Sekarang saatnye!” ujar Ahmad dalem hati.

Segera Ahmad ngambil bungkusan martabaknye, dan lari sekenceng-kencengnye ninggalin Ninja sarung yang lagi kesakitan menuju ke rumeh Fatime.

“Ugh Ahmad, rupanye lo tangguh juge yeh!” kata Ninja sarung yang masih megang-megang dadanye, sembari ngeliatin Ahmad nyang ude jauh ngambil jurus langkah seribu alias ngabur.

“Pertarungan kite belom selesai, kite liat aje nanti, gue pasti bakalan nemuin lo, dan bikin lo mati !” Ninja sarung seolah gak terima akan kekalahan nyang die derite.

* * *

“Hh hah hh hah hhhhh” Ahmad nyoba ngatur nafasnye, sekarang die ude tiba di depan rumeh Fatime.

“Gila, hari gini masih ada aje orang yang jadi Ninja-ninjaan. Untung gue bisa lolos” ujar Ahmat sembari ngerapiin baju dan rambutnye.

“Huuff, kali ini gue bakalan nemuin pertarungan yang sebenarnya, yaitu berhadapan ame Babenye Fatime. Mudah-mudahan gak terjadi hal-hal nyang buruk ame gue nanti.”

“Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini. Bismillahirohmanirohiiim.”Ahmad nyoba ngumpulin keberanian. Dengan mantep masup pekarangan menuju pintu depan rumahnye Fatime.

“Assalamu’alaikuuum !” seru Ahmad mantap.

“Wa’alaikumsalaam !” akhirnye kuping aye dengar suara merdu Fatimeh ngejawab salam.

I Love U Abang (3)


“Assalamualaikum … Be” sore ntu aye menghampiri Babe nyang lagi asik ame kebiasaanye di sore hari, yantu duduk di bawah pu’un sengon sambil di temenin rokok kterek ame kopi item kesukaanye.

“Waalaikumsalam … eh elu Fatimeh, dah pulang lu ?” aye duduk di samping Babe, sambil menemenin Babe menikmati hawa sejuk sore hari.

“Iye .. Be, aye pulang di anter ame Bang Ahmad, mangkenye gini hari aye dah nyampe rumeh” mendengar aye nyebut name Bang Ahmad, mukenye Babe langsung keliatan sepet.

Padahal ye, hubungan aye ma Bang Ahmad dah lame benget, kalo kagak saleh pas aye lulus Aliyah taun due ribu lime nyang lalu. Aye kenal ma Bang Ahmad lantaran aye di kenalin ame Nita temen ngaji aye di Ta’lim. Jujur aje nih, sebenernye aye juga dah naksir ame Bang Ahmad, eh … ujug ..ujug si Nita ngenalin aye ma Bang Ahmad, ya udeh aye seneng banget. Pas ntu rase-rasenye aye pingin terbang aje kaya kupu-kupu.

Waktu ntu yang aye tau Bang Ahmad adalah cowok kampung yang lumayan keren, klo di ajak kondangan juga kagak malu-maluin banget, biar kate orang kampung penampilan Bang Ahmad lumayan rapih, die selalu make kemeja ame celana bahan, jarang deh pokoknye aye ngeliat Bang Ahmad pake celana lepis, bukan karena si Abang kagak punya atau kagak mampu beli, tapi Bang Ahmad ngerasa kagak nyaman aje ame nyang namenye celana lepis.

“Eh … Fatimeh .. Babe mo nanya nih ye ame lu, tapi lu kudu jujur ame Babe!” Babe mematikan rokok kreteknye yang baru abis setengah batang, letak kopyahnya yang rada miring die betulin, keliatanye si Babe mo ngomong serius nih. Duh .. aye jadi deg-degan.

“Tanye ape Be?” aye makin penasaran, dan aye buru-buru ngatur napas, jaga-jaga takutnye si Babe nanya yang aneh-aneh terus asma aye kambuh pan berabe.

“Emangnye ape sih yang lu suka dari si Ahmad itu, die pan pengangguran dan nyang Babe tau die ntu cume marbot mushola. Lagian ye Fatimeh, ntu si Juki anaknye Haji Samsul juga naksir ame elu. Nah kalo elu ame die seratus persen Babe setuju.” Dengan santai Babe nyundut rokoknye lagi, malahan sekarang sambil kipas-kipas.

“Aduuhh .. Babe plis deh, masa dah gini hari masih ngejodohin anak aje, dah kagak jaman kali Be. Lagian ye Be, aye dah cinte mentok ame Bang Ahmad, aye kagak bakal berpaling ke cowok lain, cinte aye cume bakal Bang Ahmad seorang. Titik kagak pake koma.” aye buru-buru ngatur napas yang udah rada ngap-ngapan gara-gara ngedenger omongan Babe.

“Fatimeh .. Fatimeh .. ape sih yang elu arepin dari si Ahmad ntu, kerja kagak .. ape kagak. Emang si sholatnye rajin, tapi pan ntu doank kagak cukup Timeh” suara Babe yang rada ngebass bikin nyali aye ciut, duh aye jadi takut, mungkin klo ini pilem kartun di kepala Babe bakal muncul tanduk, hehheheh ….

“Ya .. ampun Be, jangan suka nilai orang dari materinye aje dong Be. Babe mau punya mantu yang kaya raya tapi agamenye keblangsak, trus sesat, kagak pernah sholat …. duh amit-amit deh Be aye si ogah.” napas aye mulai ngap-ngapan lagi, ah … untungnye Enyak dateng bawain air putih ma kue cucur.

Ah … ini lah jeleknye Babe aye, selalu ngeliat dari materi, mentang-mentang Bang Ahmad kagak punye mobil kayak si Juki, mentang-mentang Bang Ahmad kagak pernah pake dasi kayak si Juki, langsung aje deh si Babe ngecap Bang Ahmad kagak pantes buat aye. Babe kagak tau sih, kalo mobil yang suka di pamerin Juki ntu cuma mobil Bokapnye, dan kerjanya si Juki juga cuma luntang-lantung kagak jelas, soal perkara dasi yang suka Juki pake mah, ntuh cuma gegayaan die aje.

“Tau nih si Abang, dulu waktu Abang ngelamar aye, Abang juga lom kerja, lom punye ape-ape tapi lantaran Abang orangnye ulet, akhirnye aye mau ame Abang” Nyak ikutan nimbrung obrolan aye ma Babe, dan kayaknye Enyak setuju ma dedemenan aye si Bang Ahmad.

“Ah … ! rese lo Ti, nyamber aje kayak gledek.” spontan aje tampang Babe nyang tadinye serem sekarang mulai keliatan kalem, gara-gara omongan Enyak, Babe jadi rada malu ma aye.

“Be … Bang Ahmad ntu, kagak seburuk nyang Babe kira, diem-diem begitu Bang Ahmad juga punye kerjaan, nah lantaran Bang Ahmad orangye kagak sombong, mangkenye die kalem-kalem aje. Aye sediri aje baru tau tadi kalo sebenernye Bang Ahmad ntu punye penghasilan sendiri, dan yang kudu Nyak ame Babe tau, Bang Ahmad bakal ngelamar aye pake duit tabunganye sendiri. Hebat kan Be?”

Nyak ame Babe langsung adu pandang. Nyak melempar senyumanye ke aye, sementara Babe langsung nyeruput kopinye lagi ampe tandas.

“Fatimeh …. Kalo elu bener-bener dan mantep ame si Ahmad, lu bawa tu bocah kemari, Babe mo kenal dulu, Babe pingin tau ape kerjanye, Babe juga pingin tau asal usulnye tu bocah,” muke Babe yang tadi rada kecut sedikit berubah, ya .. meskipun masih kagak ada ekspresinye sama sekali.

“Jadi … Jadi Babe setuju aye kawin ma Bang Ahmad?”

“Siapa bilang Babe setuju, Babe Cuma mo tau dulu, ntu bocah orangnye gimane, kerjanye ape? Orang tuanye siape ?.” Dari pertama aye pacaran ma Bang Ahmad ampe sekarang Babe emang kagak pernah engeh ame tampang Bang Ahmad, ya .. maklum aje tiap Bang Ahmad ngapelin aye Babe selalu kagak mau nemuin, palingan cuma Enyak yang masih ade basa-basinye dikit.

“Iye deh Be, ntar aye kasih tau ke Bang Ahmad kalo Babe mau ketemu ma die. Makasih ye Be” dengan tampang yang senengnye bukan maen aye nyium tangan Babe ma Enyak.

***

“Assalamualaikum …. Bang Ahmad ye ?, ini aye bang Fatimeh”

“Waalaikumsalam … eh elu Timeh, tumben-tumbenan nelpon, kangen ye ma Abang?

“Yee .. si Abang, ke GeEran amat, ada kabar bagus Bang”

“Kabar ape Neng ?”

“Babe minte supaya Abang dateng kerumeh, Babe mo ketemu ame Abang”

“Yang bener Neng? Kapan?”

“Bener Abang sayang, kapan si aye pernah boong ame Abang. Malem minggu Bang, Ba’da Isya”

“Ok deh Neng, duh Abang jadi deg-degan gini ya”

“Bang udeh dulu ye .. koin aye dah abis neh. Dadaaah .. Abang. Salamlikum”

“Iye dah .. kumsalam”

Duh .. aye jadi kagak sabaran pingin buru-buru malem minggu, semoga aje Bang Ahmad bise ngambil Hatinye Babe. Amin.

I Love U Abang (2)


Sore ini aye ketemuan lagi ame Fatimeh ngajak die nonton lenong di kampung Setu, sekalian aye juga pingin cerite ke die tentang kekhawatiranye selama ini.

“Neng, … neng gak tau kan, sebenernye abang tuh gak nganggur?” duh akhirnye aye buka rahasia lebih awal dah.


“Jangankan Neng, Babenye Abang aje kagak tau kalo sebenernye aye punye penghasilan.” Ya .. aye kerja di mane selama ini emang kagak ada satu orangpun nyang tau, cume aye ma Allah nyang tau.

“Yang bener bang?” tanye Fatimeh penasaran

“Jadi Abang bukan pengangguran dong?, trus Abang emangnye selama ini kerja di mane? Kok aye gak pernah di kasih tau sih ma Abang.” Duh … begini ini neh Fatimeh, kalo dah nanye berentet banyak bener, dah kayak wartawan aje.

“Sabar dong Fatimeh sayang, atu-atu nanyanye, Abang jadi bingung nih jawabnye nyang mane dulu?”

“Iye Bang maap, abis Abang sich bikin Neng penasaran,” mukenye Fatimeh jadi merah, lantaran die malu sedari tadi nyerocos mulu.

“Begini Neng, sejak lulus SMA Abang ikutan perkumpulan, namenye TANJIDOR UNITED.”

“Tanjidor United Bang? apaan lagi tuh?” Tanyanye penasaran, duh … klo Fatimeh lagi nanye sambil melongo gini, bikin aye jadi gemes aje.

“Aduuh Neng, penasaran sih penasaran tapi jangan sambil narik-narik kumis donk kan perih!” begini ini kebiasanye si Fatimeh, dari dulu ampe sekarang klo gemes ame aye … pasti kumis tipis aye nyang jadi sasaran.

“Maaapp Bang, abisnye kumis Abang lucu sich … hihihi.” Fatimeh selalu bilang kalo kumis aye ini lucu , aye juga bingung, ngapa ni kumis dari dulu ampe sekarang segini-gini aje ye, padahal aye pingin juga kumis aye tumbuh lebat kayak Abah Fuad, pan keren tuh keliatanye, kayak jawara hehheh…

“Gini Neng, semuanye berawal dari Abah Fuad nyang guru silat di kampung seberang. Sekitar 8 taon nyang lalu Abang udeh belajar silat ame Abah Fuad. Waktu ntu abang baru lulus SMA terus dua taon setelah Abang berguru ame beliau, Abang diberi kepercayaan jadi assisten di perguruan silatnye, Nah mulai dari situ Abah Fuad tiap bulan ngasih Abang uang saku”. Aye coba ngejelasin pelan-pelan ke fatimeh, ya .. maklum aje si Fatimeh ntu kadang suka tulalit, tapi cuma dikit, aslinye mah die gadis nyang cerdas, mangkenye aye cinte mentok ame die.

“Truss hubungannye ame Tanjidor United apaan Bang?” tuh .. kebuktikan kalo die gadis nyang cerdas, klo nanye aje kudu ampe detail begini.

“Ya elah sih neng kaga sabaran amat sih orangnye, ini pan lagi diceritain, jangan dipotong dulu nape,” Duh .. aye jadi gemes pingin nyubit pipinye Fatimeh, tapi jangan dah kesian, aye toel aja dah dikit.

“Iya Bang Ahmad sayaaang, maapin Neng ye .. lanjut dah Bang ceritanye!”

“Nah selain punye perguruan silat, Abah Fuad ntu juga punye group lenong namenye grup SINAR BETAWI. Di grup lenong ntu kan diiringin musik, nah Abang tuh juga ditunjuk buat niup tanjidor. Temen-temen SINAR BETAWI nyebut semua pemain musiknye ntuh TANJIDOR UNITED. Di situ pun Abang dapet duit, jadi penghasilannye dobel Neng.” Napas aye jadi ngap-ngapan lantaran cerita panjang lebar begini.

“Ooo gitu Bang!, aye seneng deh Bang dengernye, ternyate Abang bukan tipe laki-laki nyang jadi benalu di keluarga Abang,” Fatimeh tersenyum bangga ke aye, sampe-sempe bikin aye ke GeEran.

“Selama ini Neng, Abang tuh udeh nabung, yah lumayanlah cukup buat biaya ngelamar Neng dan juga buat biaya hidup kite berdua sehari-hari. Dan nyang bikin Abang makin yakin buat ngelamar Neng adalah karena kemaren Alhamdulillah Abang diterime kerje jadi guru agama di Yayasan Raudlatul Jannah.”

“Oo .. Yayasan nyang deket kelurahan ntu Bang?.” Tanye Fatimeh buat memastikan

“Iye, tapi di TPA-nye Neng, ya doain aja moga-moga ntar Abang bisa juga ngajar di Madrasahnye.”

“Duuh bangganye aye denger Bang Ahmad tercinte pinter nyari penghasilan. kagak sie-sie selama ini aye setia ame Abang” sangking bangganye ke aye, nyaris aje si Fatimeh mo meluk aye, untungnye die langsuung inget kalo kita belum jadi muhrim, padahal aye dah mo nanggepin pelukanye Fatimeh, hehehh ..

“Oh iye Neng, hari ini Abang gak nganter sampe masuk rumah ye, Abang agak buru-buru, Abang ada janji ame Abah Fuad. Ini dah telat 5 menit, gawat nih klo ampe Abah marah tar Abang di kepret pecinye lagi.”

“Iyeeee Abang ganteng, kagak ape-ape kok, aye ngarti Bang lagian rumeh aye pan dah gak jauh tuh. Ntar aye jalan sendiri aje deh.” Ah … Fatimeh emang tipe cewek idaman, die selalu bise ngertiin aye.

I Love U Abang





Type your summary here“Neng pan kite dah lame kenal ye…, Abang juga dah cinte bener ma Eneng.Neng, gimana kalo Abang dateng kerumeh nemuin Nyak ame Babenye Eneng.”

“Hah …!! apaan Bang? Abang mo ngelamar aye ?”,
aye tekejut kaget juga denger omongan si Abang barusan, rasenye jantung aye ampe mo copot. O mai god orang Londo bilang, die mo ngelamar gue.

“Neng … neng … ye… si eneng malah melongo begitu, gimana ini?, Neng mau kagak kawin ma Abang?” si Abang ngegerakin dua tangannye di antara matanye ame mate aye.

Aye bener-bener gerogi. Di tengah getaran tangannye, aye paksain buat ngejawab spontan “Iye .. Bang aye mau, aye mau banget kawin ma Abang.” Walhasil si Abang loncat jungkir balik, jingkrak kegirangan. Kelakuanye udah mirip kaya orang kesurupan.

“Oke deh ..Neng, bulan depan Abang kerumeh ye, ngajak Enyak ame Babenye Abang buat ngelamar Eneng”. Aduh .. aduhh .. aye senengye setengah mati denger omongan si abang, berasa lagi mimpi aje.


******

Type rest of the post hereBesok paginye aye bangun pagi-pagi bener, aye kagak mo kalah ma ayam jagonya Kong Ubay yang tiap pagi bekokok. Celingak- celinguk aye nyelongok ke luar lewat jendela. Ah .. ternyate Matahari juga lom muncul. Nih pagi aye udeh bertekat bakal ngomong ame Babe soal rencana Bang Ahmad tempo hari.

Aye liat Babe masih asik ngebaca koran nih hari, sementara Enyak baru aje dateng dari dapur sambil bawa nampan yang isinye secangkir kopi. Rutinitas yang asik menurut aye. Koran ame kopi di pagi hari, Qur’an ame Qorie di malem hari. Ya .. begitu dah Nyak ma Babe aye, selalu kayak gitu dari dulu, Nyak ame Babe keliatanye akur mulu, jarang berantemnye.

“Nyak, Babe ade nyang mau aye sampein neh”. Babe nyeruput kopi dengan bibirnye yang udah rada keriput. Babe rada nurunin dikit lembar koranye, trus matenye ngelerik sedikit kea rah aye. Sementare enyak sendiri khusyu banget ame catetan belanjaanye. Sambil nunggu respon dari Babe aye duduk diem di pojokan dah kaya anak kucing kesiram aer.

“Mau ngomong apaan lu, serius amat tampang lu,” suare Babe yang rada ngebas bikin jantung aye mo lompat, duh … bikin aye kaget aje. Sementara mata Babe natap tajem kearah aye anak cantik kesayangannye. (bukanye aye narsis, tapi ini kenyataan .. hehhe )

Keliatanye Enyak ame Babe udah siap bener nyimak pembicaraan aye. “Gini Be, anu …. Emm .." duh gimane nih, susah bener mo nyampein kabar baik ini. Kabar yang aye anggep amat sangat nyenengin hati aye, tapi … kagak tau dah kalo menurut Nyak ame Babe. Karena ampe sekarang yang aye tau Babe masih kurang suka ame dedemenan aye.

“Anu … anu, anu apaan, kalau mau ngomongn yang bener Neng, jangan bikin Nyak ame Babe keblingsatan begini gara-gara penasaran ma omongan lu !.”

“Begini Nyak, Babe, tempo hari aye abis jalan ame Bang Ahmad. Trus Bang Ahmad bilang die mau ngelamar aye.” Aduh .. nih Jantung tiba-tiba dag dig dug, dah kayak bunyi beduk.

“Bang Ahmad minta supaya aye ngomongin masalah ini terlebih dahulu ke Babe, karena Insyaallah bulan depan orantuenye Bang Ahmad bakal kemari buat ngelamar aye.” Babe masih aja diem die langsung nyeruput sise kopinye ampe ludes. Sementara Enyak, cume senyam-senyum sambil ngeliatin aye, anak perawan atu-atunye. Aye tunggu jawaban Babe 1 detik, 2 detik …. 1menit, 2 menit …. Eetttt dah si Babe masih tetep diem aje.

Duh … !! ya udeh deh "Nyak, Babe .. aye berangkat kerja dulu ye.” Sekali lagi aye nengok ke Babe berharap supaya Babe mau ngesrpon omongan aye soal niat Bang Ahmad yang mau ngelamar aye. Tapi Nihil setelah aye nyium tangangnye, Babe tetep milih diem.

*****

“Gimana Neng, udah ngomong ame Babe tentang rencana Abang?” Bang Ahmad nanyain lagi soal ini Kayak-kayaknye Bang Ahmad bener-bener pingin ngelamar aye.

“Aye udah omongin semua ke Babe tentang rencana Abang, tapi Babe belom ngasih tanggapan Bang, Babe keliatan cuek aje.” Bang Ahmad cuma senyam-senyum. Tapi terus terang aye sendiri kagak ngerti ame maksud senyuman si Abang. Sejauh ini Bang Ahmad adalah laki-laki yang paling bae yang pernah aye kenal, die juga sangat sabar, sholat lime waktunye kagak pernah ketinggalan barang atupun.

“Bang, gimane kalo Babe kagak nerime lamaran Abang ?” Aye coba menanyakan kemungkinan buruk ini ke Bang Ahmad. Karena kayaknye Babe kurang suka ame Bang Ahmad lantaran sampe saat ini Bang Ahmad masih nganggur.

“Neng percayakan sama abang ?” Aye ngangguk jawab pertanyaan Bang Ahmad

“Nah .. kalau Neng udah bisa percaya ame Abang,
Insyaallah semuanye bakal lancar, Neng berdoa aje ye dan coba terus kasih keyakinan same Babe, kalau Abang bener-bener serius ame Eneng.”

"I Love you Abang". Aye lemparkan senyuman paling manis yang aye punye bakal Bang Ahmad tersayang. dan dalam hatipun aye pun bermunajat kepada-Nya.